Berikan Pendapat Anda tentang WI Berikan komentar positif dan santun demi pengembangan konten yang lebih menarik serta lebih faktual dengan berita ilmu yang bermanfaat bagi kita semua pada tahap selanjutnya, untuk partisipasi anda semua saya ucapkan Terimakasih

MASIHKAH KITA BERJIWA PANCASILA

MEMAKNAI SIMBOL PANCASILA DALAM BERKEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA TANPA ADA KEMUNAFIKAN
Penulis : SAIFUL ARIF


Bingung serba bingung dan bigung merasakan kondisi dan gejolak dinamika ambisi para pemimpin sekarang. Karakter dan kelakuan pengambil kebijakan yang selalu kontradiktif dengan teori yang ada. Masih bingung dengan kalimat saya. Begini penjelasannya, KEJUJURAN dan KEADILAN adalah hal yang paling mendasar yang harus di berikan pada SETIAP rakyat untuk mendapatkan rasa keadilan dan kesejahteraan. Tentang apa pun yang dimaksud, apakah pengambilan kebijakan sebuah bantuan pemerintah untuk mayarakat. Masih terjadi perseteruan antara lapisan masyarakat bawah dengan apa yang mereka putuskan demi sebuah kebijakan yang menyangkut hajad hidup orang banyak. Contoh kasus yang sekarang lagi hangat tentang bantuan COVID 19 dari presiden selama 3 bulan sebesar Rp 600.000. Juknis sudah ada dari pemerintahahan, yang menjadi kendala dan perseteruan antar warganya adalah karena dipicu ketidakadilan dari ketua RT atau RW dalam menentukan mereka yang berhak menerima bantuan. Dia tinggal tunjuk dengan jari, siapa saja yang “DIANGGAP” layak mendapatkan bantuan. Tentu saja ketua RT memasukan daftar list penerima, ada keponakan, paman dan bahkan saudara lainnya padahal mereka masuk kelompok kategori keluarga mampu. Ketua RT sebenarnya juga tahu bahwa apa yang dilakukan itu adalah salah, namun masih dilakukan juga. Saya katakna perbuatan seperti ini adalah bentuk “KEMUNAFIKAN” yang sengaja dilakukan. Ciri pemimpin yang tidak berpancasilais serta tidak menunjukkan sebagai umat yang beragama.
Mari sedikit mengulas sejarah bagaimana awal istilah Pancasila lahir di negeri ini. BPUPKI dan PPKI adalah dua badan bentukan Jepang. Semula untuk menjinakkan kaum pergerakan, dua badan itu berperan merumuskan dasar negara. Namun kenyataan justeru menggiring kepada kejayaan dan impian rakyat Indonesia yaitu “HARI KEMERDEKAAN”. Begitu susah dan perlu kerja keras dari pemimpin negeri ini untuk mendapatkan rumusan dasar hidup dan fondasi bernegara dan berbangsa. Koiso berpendapat, Jepang sebaiknya memberikan kemerdekaan untuk Indonesia “kelak di kemudian hari” (Ben Anderson, Some Aspects of Indonesian Politics under Japanese Occupation 1944-1945, 1961:2). Entah apa yang dimaksud Koiso dengan ungkapan “kelak di kemudian hari” itu. Yang jelas, Jepang tidak mau kehilangan Indonesia begitu saja, apalagi menyerahkannya kepada pihak musuh. Jepang setidaknya menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia sambil menunggu situasi membaik. Dengan janji itu, Koiso berharap tidak terjadi pemberontakan. Sebaliknya, rakyat Indonesia justru bisa dikerahkan untuk menghadang Sekutu jika benar-benar terdesak, apalagi Jepang sudah membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA) di sana. Sempat terjadi perdebatan atas usulan Koiso kendati akhirnya diterima. Maka, pada 1 Maret 1945, Kumakichi Harada selaku Jenderal Dai Nippon yang membawahi Jawa, mengumumkan akan dibentuk suatu badan baru dengan nama Dokuritsu Junbi Cosakai (George S. Kanahele, The Japanese Occupation of Indonesia, 1967:184). Dokuritsu Junbi Cosakai inilah nama lain dari Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), institusi seribu janji yang menjadi sesi awal upaya akal-akalan Jepang terhadap Indonesia, meski yang terjadi nanti ternyata tidak sesuai yang diharapkan pemerintah pendudukan Jepang.
Apakah kita pernah berpikir, mengapa lambang negara kita berbentuk hewan jenis burung yaitu burung GARUDA. Jika kita ilustrasikan burung ini mirip burung ELANG. Mengapa tidak mengambil lambang hewan melata saja seperti ular naga atau ular cobra, wihh….keren khan…!!!!. Bahkan oleh para pemimpin di dada burung ini membawa lima beban berat dan merupakan symbol filsafat hidup dan kehidupan bangsa kita. Ada bintang sebagai symbol masyarakat beragama yang menonjolkan nilai ketaatan yang mengandung makna kejujuran dan tanggungjawab. Kemudian ada Rantai symbol  rasa kemanusiaan dan keadilan pada sesama sebagai implementasi “penegakan supremasi hukum tanpa pandang bulu”. Ada pula pohon beringin bentuk symbol rasa persatuan sebagai implmentai “ukuuwah wathonia, bashariah serta islamia”. Dinatara symbol yang lain adalah kepala Banteng yang mengartikan rasa kebersamaan dan kemufakatan dan yang terakhir adalah symbol padi dan kapas sebagai bentuk pengartian rasa adil dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia dan juga sebagi bentuk “rahmatan lil alamin”.
Luar biasa dengan ideologi bangsa Indonesia dengan berbagai macam symbol-simbol yang mencerminkan pribadi luhur dan santun dalam tatanan kehidupan berbangsa dimuka bumi. Namun kenyataan symbol yang begitu berarti tidak semua pemimpin kita dan bahkan masyarakat kita dapat menjalankan dengan sebaik- baiknya. Kasus per kasus yang kita jumpai dimasyarakat seolah-olah tidak mencerminkan nilai symbol Pancasila yang ada. Rasa keadilan dan melindungi serta memberikan hak yang memang menjadi jatah mereka seolah musnah tertiup keserahan. Mereka tahu bahwa berbohong dan mencuri serta berdusta melanggar sila pertama dan kelima. Beragama namun suka mendustai orangg yang dipimpinnya. Bentuk dari watak serta watu yang “MUNAFIK”. Kejadian ini tidak hanya terjadi dikalangan elit pejabat setingkat nasional, bahkan setingkat Pondok Pesantern serta desa pun sering terjadi. Penggunaan dana BOS  yang hanya untuk operasinal sekolah, terkadang salah dipergunakan oleh pihak sekolah dan bahkan yayasan ikut-ikutan dalam pengelolahan bantuan siswa tersebut. Belum lagi persolan penetuan data warga penerima banun yang lainnya, BLT, KIP, Covid 19, KIP dan lainnya dimana daftar listnya penuh masalah. Semmuanya di picu pelanggaran sila ke empat yaitu ttanpa kemuufakatan dan kesepakatan degan jalan bermusyawarah. Mereka tahu bahwa itu akan menyakiti serta melukai hati orang banyak. Mengapa justeru kamu lakukan, mana hati nuranimu dan kamu tidak sadar telah mengkhianati serta mendustai PANCASILA kita. Dasar munafik beragama tetapi tidak jujur, pejabat tetapi idak adil.
Kekuatan Pancasila idak hanya pada symbol saja tetapi pada sikap dan tingkah laku pemimpin serta rakyatnya. Semua symbol itu jika dilakukan dengan hati yang bersih dan murni, maka bangsa ini akan JAYA serta bisa terbang jauh melesat ke agkasa. Symbol demi symbol yang sudah mandarah daging di tubuh pemimpin serta rakyatnya akan menjadi senjata seribu tombak melesat dan menghantam musuh tanpa mampu menghindari. Mari menjadi pribadi yang “BERPANCASILAIS” bukan menjadi pribadi “PANCASIALIS”. Agar negeri ini yang dibangun para pemimpin sejati seperti Ir. Soekarno, K.H. Wachid Hasyim, M Yamin serta yang lainnya. Tanamkan nilai jiwa murni Pancasila di dada setiap individu baik sebagai pemimppin atau sebagai pribadi rakyat jelata. Oleh karena itu dalam memaknai hari 01 Juni ini, masihkah kau berjiwa Pancasila atau justeru yang lainnya. Wallohu’lam

#salamintegritas   #salamjiwapancalisa

2 komentar:

  1. Semoga kita berjiwa pancasilais.
    Dan semoga kita dapat memberantas jiwa munafik, perbuatan munafik yang mengantarkan ketidakadilan minimal kita tanamkan pada keluarga kita dan anak didik kita.

    BalasHapus
  2. Selamat hari pancasila.Kita tegakkan nilai-nilai pancasila untuk masa depan bangsa

    BalasHapus