Berikan Pendapat Anda tentang WI Berikan komentar positif dan santun demi pengembangan konten yang lebih menarik serta lebih faktual dengan berita ilmu yang bermanfaat bagi kita semua pada tahap selanjutnya, untuk partisipasi anda semua saya ucapkan Terimakasih

ANAK NAKAL

Penulis
SAIFUL ARIF
Alumni Teacher SuperCamp 2017 KPK RI

Anak nakal, sebuah kalimat yang membuat semua orang menjadi alergi. Dimana-mana hampir semua orang mencari tempat aman agar tidak ketemu dengan anak nakal. Begitulah pada umumnya nasib bagi anak nakal yang selalu dijahui oleh semua pihak. Lingkungan sudah hampir tidak bisa memberikan ruang khusus bagi si anak nakal ini. Hujatan, cacian bahkan sampai pengucilan telah menjadi label abadinya.
Suatu hari berkumpulah tiga pengurus sebuah pondok pesantren di sebuah ruangan yang membahas tentang santri yang nakal. Rupanya pengurus ini sudah kehabisan jurus handal untuk mengatasi santri yang nakal. Kenakalannya sungguh kadang membuat jengkel kalangan pesantren. Banyak teman-temannya yang menghindar agar tiidak bergaul dengan anak nakal tersebut. Kadang santri nakal ini melakukan tingkahnya yang iseng mengganggu temannya yang lagi asyik sholat dengan memberikkan sebatang sapu tepat di dalam lututnya saat santri sedang sholat. Tentu saja saat santri akan duduk diantara dua sujud, pahanya terganjal dengan sapu. Tidak cukup satu itu saja, suatu hari santri nakal ini asyik berjalan-jalan di lapangan luas dan melihat kerbau sedang asyik makan. Tanpa pikir panjang sang santri nakal ini mengambil sebatang bambu kering di tepi lapangan. Dengan mengendap-endap seperti singa mau menerkam mangsa. Ditusukkanlah bambu kering itu di lubang dubur kerbau. Tentu sepontan binatang itu melompat-lompat kesakitan dan berlari-lari ke areal pondok sehingga bikin susana heboh semua warga pesantren.
Ketiga pengurus itu sepakat untuk mengusulkan ke Kiai agar segera mungkin dikeluarkan dari pondok pesantren agar tidak mempengaruhi santri yang lainnya. Bergegaslah tiga pengurus itu menghadap sang Kiai untuk melaporkan hal ikhwal tersebut. "Apa kita keluarkan saja santri ini kiai, biar tidak mempengaruhi yang lainnya!". Sang Kiai mendengarkan sambil manggut-manggut mendengarkan paparan ketiga santrinya itu yang menceritakan kenakalan salah satu santri lainnya. Mereka tampak puas melihat sang Kiai manggut-manggut sebagai tanda bahwa beliau setuju dengan gagasan mereka.
Tanpa menunggu lama para pengurus pun menanyakan apakah sang Kiai juga setuju jika santri tersebut dikeluarkan. Kiai memandang dengan sorotan mata yang teduh penuh berjuta makna, namun ketiga pengurus itu tidak mau melihat mata kiai sebagai bentuk ketawadu'annya. "Jangan" kata sang Kiai. Dengan suara bersama-sama mereka berkata "Jangan apanya Kiai". "Ya jangan dikeluarin anak tersebut, kasihan dia". Rasanya para pengurus tersebut tidak menduga jika ucapanya Kiai justeru bertolak belakang dari keinginan mereka. Dengan sedikit gemetar mereka berusaha bertanya untuk mengetahui maksud dan tujuan Kiainya itu. "Mengapa Kiai"  tanya seorang pengurus dengan diikuti menundukkan kepalanya di depan Kiai. "Lho kalian ini gimana, orang tuanya itu menitipkan saya untuk dibina menjadi anak yang benar dan baik, tapi sekarang masih belom menjadi baik kok mau dikembalikan sama orang tuanya, pasti mereka akan kecewa". Ketiga santri itu seolah-olah mendapatkan pukulan telak dari sang Kiai. "ya sudah, JIka kalian tidak sanggup untuk mengurusnya, biarkan saja saya yang akan mendidiknya sendiri". Lalu dengan wajah ketakutan dan perasaan malu, ketiga pengurus itu meninggalkan tempat peraduan Kiai satu persatu. Alhasil dengan dedikasi, kesabaran, do'a maupun integritas dari seorang kiai, maka sang santri nakal berbah menjadi sang santri yang 'alim dan berilmu tinggi hingga dia menjadi seorang ulama.
Jika masyarakat atau pendidik selalu dan selalu menganggap anak yang nakal adalah ibarat sebuah benalu, justeru tidak demikian dengan sang kiai. Menganggp itu adalah amanah yang harus dijalankan secara tuntas tanpa mengeluh. Bagi Orang Jawa, mungkin tidak akan mempunyai sosok wali besar yaitu Sunan Kalijogo apabila tidak ada keteladanan yang dimiliki oleh Sunan Bonang yang telah memberikan nilai-nilai karakter yang tinggi dengan menanamkan nilai tauhid di dalam hati sanubarinya. Berandal Lukojaya yang selalu membuat onar masyarakat dan para pejabat kerajaan mojopahit waktu itu. Kenakalan dan kebrutalannya sebagai seorang pemuda membuat resah banyak pihak, terutama pejabat kerajaan yang hampir tiap hari harta bendanya dicuri oleh maling Lukojaya. Namun tidak bagi sang wali Sunan Bonang yang bisa melihat jauh kedalam bahwa masih ada sifat baik dan berbudi luhur yang dimiliki oleh Lukojaya. Andai semua orang tidak mempunyai kepedulian layaknya seperti sang Kiai atau sang Wali tentu kita tidak akan pernah mempunyai orang-orang hebat seperti beliau di atas.
Kepekaan guru pada murid yang sangat kurang menjadikan dia selalu alergi jika menghadapi anak yang nakal. Mereka akan selalu termarjinalkan, terdiskriminasi bahkan akan di buang jauh dari kehidupan mereka yang selalu mengklaim diri sebagai manusia "Baik". Setiap anak pasti punya potensi juga sekaligus mereka lahir dengan latar belakang yang berbeda-beda. Guru yang cerdas dan berintegritas tinggi tentu tidak akan melewatkan waktu dan peluang jika melihat dan menghadapi anak-anak yang nakal. Guru tersebut akan berpikir bahwa ini adalah tantangan saya dan juga ladang amal pahala baginya jika di garap dengan sungguh-sungguh. Jadikanlah orang-orang disekitarmu yang tidak menyukaimu dan anak-anak yang nakal sebagai ladang amal pahala bagimu (Marzuki Anas). Kalimat inilah yang menjadikan penulis untuk selalu berikhtiar mencari jalan terbaik untuk membangun budaya karakter yang harus dimiliki oleh para siswa.
Lihat sang Thomas Alfa Edison menjadi tokoh tersohor karena ada upaya yang dilakukan oleh ibu beliau yang sangat sabar dan telaten dalam memberikan pemahaman kepada anak-anaknya. Awal banyak mereka yang melihat sinis dan meremehkan karena kebodohan yang dimiliki sang Thomas. Namun puncak kariernya, dia banyak menciptakan prestasi penemuan yang sangat bermanfaat banyak manusia. Jika kita berikrar menjadi seorang guru maka sekarang rubah main set kita seperti sang Kiai, sang Wali dan juga sang ibu thomas. Jadikan anak-anak yang nakal sebagai potensi uji kemampuan kita sebagai pendidik. melihat sisi negatif siswa sebagai peluang kita membuka jalan menuju ke surga. Jangan di justifikasi dengan rasa kebencian kita hanya karena sikap mereka yang tidak sesuai dengan aturan dan norma-norma masyarakat. Pernakah kita berpikir bahwa sebuah lukisan kadang-kadang mempunyai nilai jual tinggi justeru karena coretan garis-garis yang tidak beraturan. Tidak semua kata "Nakal" itu bernilai negatif. Mari kita memaknai anak-anak nakal dengan lebih bijak dan sabar, sebab bagaimanapun mereka itu adalah tunas-tunas bangsa yang termarjinalkan yang jauh dari perhatian maupun kasih sayang.
Lembaga pendidikan adalah sebagai harapan besar dan juga peluang akan berubahnya anak nakal menjadi anak yang baik. Lembaga pendidikan ini pulalah yang menjadi suri tauladan bagi semua makhluk akan cikal bakal membentuk karakter putra putri bangsa. Guru menjadi penggerak integritas yang sangat diharapkan oleh pemerintah (terutama KPK) dalam menanamkan 9 nilai-nilai anti korupsi yaitu kejujuran, peduli, mandiri, tanggung jawab, kerja keras, tanggung jawab, disiplin, kesederhanaan dan gotong royong. Jika 9 nilai-nilai benar-benar tercapai maka bangsa Indonesia Siap menjadi bangsa yang berkeadilan juga tercipta kemakmuran di setiap kehidupan masyrakat. Aminn

0 komentar:

Posting Komentar