Penulis : SAIFUL ARIF
Penyuluh Anti Korupsi
FPAK GTK RI MADRASAH
JAWA TIMUR Penyuluh Anti Korupsi
Relawan
Integritas Anti Korupsi
Saya mulai tulisan ini dari profil
seorang perempuan pemberani dalam membawa aspirasi perempuan pada zaman
Rosululloh SWA, dia bernama Azma’ binti
Yazid. Perempuan pemberani ini mampu menggetarkan hati Nabi saat itu
tentang sebuah protes yang disampaikan di depan para sahabat Nabi. Azma’ merasa
tidak adil karena hanya kaum laki-laki saja yang bisa melakukan banyak hal yang
akan mendatangkan banyak pahala pabila dilakukan. Seperti yang dimaksud Azma’
binti Yazid ini adalah membela agama, menjenguk orang sakit dan yang lainnya.
Sementara perempuan dilarang melakukan semua itu. Namun nabi memberikan
pengertian pada Azma’ binti Yazid untuk disampaikan pada perempuan lain bahwa
ada nilai ibadah yang pahalanya sama dengan kaum laki-laki jika dilakukan yaitu
mengurus keluarga dan berbakti pada suaminya. Dapat kita petik nilai INTEGRITAS
yang terkandung dalam kisah Azma’ ini yaitu BERANI, JUJUR dan PEDULI.
Azma’ ini kita ibaratkan Kartini yang juga mempunyai rasa peduli pada kaum
sesamanya dalam hak juga kewajiban.
Diantara perempuan hebat lainnya adalah Fatimah sang ibunda dari Imam Asy Safi’I yang mengajarkan pada
sang buah hati nilai KEJUJURAN.
Semasa hidupnya Imam Asy Safi’I ini diberikan bekal akhlakul karimah yang mengedepankan kejujuran dalam bersikap.
Dimana pun dan kondisi apapun beliau selalu ingat pesan sang bunda Fatimah
untuk tidak berkata BOHONG.
Pembelajaran dari perempuan hebat seperti sang bunda menjadikan Imam Asy Safi’I
sebagai pribadi yang berintegritas dan berpegang teguh dalam amanah orang
tuanya. Selain itu sang ibu pun ahli ibadah juga ahli bertirakat seperti berpuasa
mulai sang buah hati dalam Rahim hingga sang buah hati lahir ke muka dunia.
Seandainya semua orang seperti sang bunda Fatima pasti juga akan mentelorkan
putra-putra terbaiknnya seperti Imam Asy Safi’i orang tua yang kuat imannya,
kesederhanaan hidupnya atau Zuhud dalam bersikap. Pedoman sang anak ini
kemudian berimplikasi mampu menyadarkan orang jahat menjadi orang baik dalam
perjalannanya ke kota Madina waktu itu dan semuanya karena KEJUJURAN.
Jika saya umpamakan anak adalah ibarat
tanaman jagung yang bersemi di ladang pertanian maka penggarap/petani adalah
orang tua. Jagung akan menjadi tanaman yang berpotensi menghasilkan panen raya
dan melimpah apabila petani benar-benar bekerja keras tanpa mengenal lelah.
Selain faktor petani, hasil panen jagung juga dipengaruhi oleh lahan yang subur
atau tandus. Lahan yang saya maksud adalah lingkungan masyarakat sekitar. Benih
sehebat apapun juga sepioner bagaimanapun jika lahan tandus maka akan sangat
berpengaruh pada pertumbuhan tanaman jagung serta hasil yang akan didapatkan.
Namun jika yang dimaksud hanya lahan tandus bisa di siasati dengan cara
menyiram air dengan sabar dan telaten. Adapun air yang saya maksud adalah do’a
serta nilai ibadah seperti sang bunda Fatimah. Kejadian sekarang di era
millennial penyiraman rohani sudah bukan menjadi konsumsi utama atau wajib bagi
si jagung, maka dipastikan jagung tak akan panin secara baik dan melimpah. KPK
sangat kesulitan mengatasi kasus korupsi karena para pemimpin hanya
mengandalkan petani tetapi melupakan penyiraman hati. Seharusnya KPK mulai
sekarang lebih mengedepankan pendidikan disektor lembaga kependidikan. Bekerja
sama dengan pondok pesanten se Indonesia atau lembaga keagaman yang lainnya.
Sebab mereka inilah yang mampu menyirami jagung-jagung tersebut yang tertanam
dalam sebuah ketandusan juga kekeringan iman dan takwa pada sang maha tahu.
Sekali lagi saya tegaskan melaluhi tulisan ini jika lembaga KPK melaluhi pusat
pendidikan Antikorupsinya tidak segera merangkul lembaga keagamaan seperti
ponpes maka akan sangat sulit untuk mewujudkan manusia insan kamil. Pendidkan
antikorupsi dimulai dari keluarga juga “BAIK”
tetapi faktanya jika saya mengamati dikampong pribadi saya yang berjumlah
lebih 600 kepala keluarga. Hampir < 5% atau kurang 30 kepala keluarga yang
mampu mendidik anak-anaknya menjadi insan berintegritas dengan indikasi
menghormati orang tua dengan berkata jujur seperti imam Asy Safi’i.
pertengkaran dengan sang anak sering terjadi hanya dipicu anaknya sering
nongkrong di warkop pulang larut malam. Selain itu anak-anak kecil bermain
dipinggir jalan menggangu ketertiban umum dengan berteriak kesana dan kemari
sambil menyulut mercon dan membuat tetangga jadi bising dan terkejut. Sementara
tetangga hanya mampu diam dan diam karena tidak ingin konflik dengan
tetangganya pula. Pertanyaan saya sederhana, APA YANG HARUS KAMI LAKUKAN? Apakah lalu tetangga dingatkan bahwa
anaknya mengganggu tetangga lainnya akan bisa menerimanya? Jawabannya 100%
pasti tidak akan menerima. Padahal pendidikan antikorupsi dimulai dari keluarga
dulu!. Saya yakin pembaca artikel saya juga akan medapatkan hal yang sama.
Ingat! Teori pendidikan tidak sama dengan realitas pendidikan lapangan. Jika
kita bicara kondisi keluarga PAK dan API atau juga pegawai KPK yang sekitar
1080 lebih (mohon koreksi) tentu saya tidak ragu artinya keluarga yang baik dan
juga nurut anak-anaknya. Tapi apakah kita juga mampu mengingatkan anak-anak
kita yang sudah dewasa jika melakukan kesalahan? Saya masih ragu jika berkata BERANI. Sebab ketika sang anak
diingatkan kemudian marah pada kita, maka Allah juga murka pada sang anak
tersebut. Pertanyaanya saya adalah apa kita tega jika Allah membenci anak kita
karena mereka melawan saat kita ingatkan. Sebuah pilihan yang dilematis serba
sulit dan tidak usah dijawab tapi anda pikirkan sendiri.
Selengkapnya ada di sini
0 komentar:
Posting Komentar