Berikan Pendapat Anda tentang WI Berikan komentar positif dan santun demi pengembangan konten yang lebih menarik serta lebih faktual dengan berita ilmu yang bermanfaat bagi kita semua pada tahap selanjutnya, untuk partisipasi anda semua saya ucapkan Terimakasih

JUALAN YANG TAK TERBELI


Hanya orang bodoh yang bejualan perahu di atas gunung. Juga mungkin orang-orang sableng yang jualan es campur di musim salju seperti di negara-negara belahan bumi utara atau selatan. Lho! … apa tidak boleh berjualan di daerah tersebut? Lalu apa ada yang dirugikan begitu. Secara nalar memang orang tidak terlalu meributkan keputusan tersebut, tetpi secara sosial dan logika mungkin kita dianggap orang yang kurang waras. Berdagang dan berjulan di tempat orang yang tidak mempunyai uang atau mereka tidak berminat pada barang yang kita jual atau pula mereka tidak memhami manfaat dan penggunaan barang tersebut.
Penggalan kalimat ini sebagai ilustrasi dari penulis untuk memulai dan mengambil  sikap tentang kondisi yang lagi viral tentang pembelajaran e-learning dan PPDB online. Aturan untuk menjaga jarak bagi setiap orang telah memberikan ruang kosong dalam melakukan kegiatn belajar mengajar. Sehingga masing-masing invidu guru untuk melakukan pertemuuan versi virtual dengan berbagai macam metodologi yang digunakan guru tersebut. Sampai-sampai ada hal yang lucu bagi penulis adalah penyelesaian sekripsi sorang mahasiswa saja harus segera terselesaikan walaupun tanpa ada tatap muka dengan obyek yang diteliti. Sang dosen pembimbing pun mengatakan bahwa “gimana caranya kamu cepat selesai sekripsimu, lakukan hal-hal yang bisa membantumu”. Kondisi seperti sekarang ini tentu tidak mungkin melakukan tatap muka di kelas dengan berbagai macam kegiatan, mengingat surat edaran (SE) dari pemerintah hingga batas tanggal 1 Juni 2020. Namun kondisi seperti ini dipaksakan hanya dengan memberikan soal online dengan menggunakan google form. Mungkin pertanyaan akan bisa terjawab, tetapi pertanyaan tersebut harus diawali dengan sebuah treatment atau praktek dari mahasiswa tersebut. Sehingga ketika teori sudah diberikan dan lalu dilakukan evaluasi (pertanyaan akhir) sebagai indicator berhasil atau tidaknya adalah terjawabnyya soal-soal yang diberikan melaluhi google form tersebut secara tepat dan benar.
Situasi dari “AWAS BAHAYA COVID 19” membawa dampak perubahan drastis pada proses pembelajaran. Bahkan penulis hingga saat ini beranggapan bahwa “pembelajaran sejati dan sesungguhnya adalah hanya wacana dan retorika belaka”. Untuk membungkus kegagalan suasana ini guru secara massive beramai-ramai menggunakan metodologi pembelajarn DARING dengan berbagai media misalnya WAG, Vlog, Youtube dan lain sebagainya. Namun semua itu hanyalah omong kosong dan terlihat dibuat-buat sebagai pemanis belaka. Berapa banyak siswa kita juga orang tua yang sanggup menerima perubahan drastis seperti sekarang ini. Ada beberapa guru yang menunjukkan hasil conference yang memang sengaja disetting untuk menunjukkan bahwa dirinya sudah melaksnakan system daring tersebut. Bagi saya “it’s fine” dan “no problem for it”, namun jika ini bukan murni sebuah kompetensi dan kebiasaan yang mereka jalani, tentu hanya omong kosong saja atau tepatnya sebagai pemanis belaka. Lalu sampai kapan kita hidup dalam kemunafikan seperti ini?.
Pembelajaran daring tidak hanya dilihat satu sisi kompetensi saja, namun juga dari tiga sisi yaitu guru, siswa juga orang tua. Selama ini yang kita perhatikan adalah banyak teknologi pembejaran yang ditawarkan, namun mereka tidak mampu menguasai 100%. Hanya sekedar tahu tanpa dilakukan uji coba sampai pada tingkat azas kemanfaatan hingga mengajarkan kepada siswa-siswanya. Belum lagi ditambah guru-guru di level bawah dan terpinggirkan yaitu di pedalaman dan puncak gunung. Sungguh harus banyak pekerjaan rumah yang harus diselesikan di negeri ini untuk menuju Indonesia E-learning. Upaya pemerintah untuk memfasilitasi kebuntuhan banyak menrangkul tim pembuat aplikasi pembelajaran daring seperti yang dilakukan oleh Kementerian Agama RI. Pembuatan laporan online tentang hasil KBM dengan siswa bahkan absen online pun disiapkan, namun berapa banyak dari guru yng mengindahkan perintah tersebut.
Belum lagi masalah kebohongan daring terselesikan, sekarang muncul wacana pembuatan form PPDB online untuk mengantisipasi pertemuan dengan masyarakat yang ingin mendaftarkan diri ke sebuah madrasah atau sekolahan yang ingin mereka dapatkan. WOW…. Hampir semua guru, kepala sekolah terutama yang berstatus swasta membuatnya dengan aplikasi GOOGLE FORM dengan berbagai macam disain dan intrik mereka semuanya ditumpahkan ibarat air dimusim hujan. Salahkah merak? Jawabannya adalah “TIDAK”. Tetapi berpikirkah mereka? Jawabannya “BELUM TENTU”. Sadarkah kita, bahwa kita berada di tataran pasar apa, siapa dan bagaimana. Teknologi yang kita tawarkan begitu luar biasanya hingga terkadang pengawas pun melakukan inventarisir Lembaga yang menggunakan metode PPDB online. Saya sekarang ingin pembuktian, apakah produk yang kita buat akan terbeli oleh masyarakat? Lalu bagaimana kita mensosialisasikan produk kita tersebut?. Tentu menjadi pemikiran bersama-sama. Bagi sekolah yang sudah mempunyai branding seperti sekolah-sekolah berstatus negeri dan juga Lembaga yang sudah ternama dan besar mungkin tidak ada kesulitan untuk menawarkan metode seperti tersebut di atas. Mengapa ini saya katakana! Jauh sebelum ada kejadian seperti ini saya sudah membuatnya 5 tahun yang lalu dan saya sampaikan ke siswa juga ke masyarakat. Namun, semuanya sia-sia karena keterbatasan penegetahuan mereka dan juga kesadaran akan azas manfaat dari system tersebut.
Eporia yang sekarang terjadi adalah masing-masing Lembaga unjuk gigi beramai-ramai mebuat model PPDB online karena menghadapi situasi pandemic COVID 19 untuk melakukan penjaringan terhadap siswa baru agar mau bergabung dengan Lembaga mereka. Sekali lagi saya tegaskan bahwa itu semua tidak salah, tetapi saya katakan bahwa “ITU PRODUK GAGAL” mengingat sosialisasi dan tingkat kemampuan juga pengetahuan masyarakat kita masih minim ditambah dengan rasa kepedulian mereka. Mungkin butuh waktu dan proses Panjang sebagai bangsa yang majemuk dengan berbagai karakter pribadi utnuk mengajak dengan menggunakan media daring juga PPDB online. Penulis pernah tawarkan langsung kepada bapak pimpinan Pendidikan madrasah di pasuruan ini niat dan hajat saya untuk secara langsung dan massive mengajarkan bagaimana sistin daring itu di implementasikan dengan menggunakan salah satu website yaitu Scholoogy. Namun, waktu itu ditanggapi hanya biasa-biasa saja. Padahal keinginan saya minimal satu sekolah yang benar-benar menguasainya, mulai dari pendidik, siswa juga orang tua. Rencana pembinaan yang saya tawarkan ini adalah 3 bulan dengan pertemua 2 kali sepekan tanpa cost. Sehingga ketika contoh ini behasil baru kita publikasikan ke Lembaga lain juga masyarakat agar ramai-ramai mencontohnya.
Harapannya semoga masyarakat, pendidik juga Yayasan mendukung Gerakan dari Menteri Pendidikan kita tentang penggunaan teknologi untuk melakukan perubahan atau revolusi belajar. Teknologi hanyalah sebuah alat yang bisa mempermuda kita dalam melakukan dan juga menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kebutuhan masing-masing kita semua. Pembuatan model PPDB online seperti sekarang ini mungkin hanyalah sekedar wacana juga konsep untuk dilakukan tindak lanjut dari masing-masing komponen secara serius dengan mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) seutuhnya. Butuh waktu dan proses Panjang untuk semuanya. Tetapi tidak menjadi hambatan jika suatu hari produk yang kita jual dapat dibeli oleh masyarakat kita.

#salamintegritas

0 komentar:

Posting Komentar