Tidak ada lembaga pendidikan mana pun, formal atau non
formal yang tidak mengajarkan karakter atau budi luhur terhadap siswa-siswanya.
Sejak dini atau awal mengenal sekolah, anak pun diajarkan etika atau sopan dan
santun terhadap lainnya. Mulai bersalaman dengan guru saat bertemu di depan
pintu gerbang sekolah dengan sapaan salam dan senyumannya pula. Saya merasa
keharomonisasian sangat terasa sekali saat itu. Semua pendidik menganggap
mereka ibarat anak sendiri hingga batinnya pun saling bersentuhan. Satu tujuan
keberhasilan pendidikan adalah menanamkan sikap budi pekerti luhur terhadap sesama
dan lingkungan. Harapan bagi semua orang terhadap putra putrinya sebagai generasi
penerus dikemudian hari. Tetapi apakah sekarang ini harapan itu masih bisa
terwujud oleh sebab menjangkitnya ideologi HEDONISME hampir semua orang.
Pernakah kita melihat sekumpulan anak di jalan
berteriak-teriak tidak ada tujuan dan tak terkontrol?. Pernakah kita lihat
sekelompok anak bertempur antar kelompok lain hanya karena hal sepele saja?.
Apakah kita pernah juga melihat sekelompok anak yang berjalan di depan kita
tanpa amit/permisi dan nyelonong begitu saja?. Bahkan apakah pernah juga kita
melihat sekelompok anak main petasan di lingkungan yang membuat bising suasana
dan bahkan mengganggu tetangga yang sakit, tetapi orang tuanya saat itu hanya membiarkan
saja?. Saya yakin kita semua pernah menyaksikan dan mengalami. Namun, apakah
kita melakukan sesuatu waktu itu untuk mencegahnya? Pastinya tidak karena
berisiko. Lalu tanggung jawabnya siapa? Padahal jelas kelakuan anak-anak itu
melanggar norma sosial masyarakat yang hidup secara majemuk.
Keberlanjutan ajaran dan didikan dilembaga formal atau
non formal tidak pernah dijaga dan dilakukan. Secara jujur, saya sedih dan
sangat prihatin melihat perubahan sikap prilaku hampir semua orang di
lingkungan kearah egosentrik. Sikap cuek bebek yang tak mau ambil pusing dengan
kesulitan orang lain. Saya kurang memahami juga dengan realitas ini. Apakah
sebuah dampak negative ketika semua orang sudah menipis rasa peduli antar sesama.
Kita sangat takut hanya untuk mengingatkan mereka yang membuat gaduh di kampung.
Apakah hanya guru saja yang mempunyai kekuatan untuk melakukan perubahan
tersebut? Tentu perubahan ini dilakukan hanya dilingkungan sekolah/madrasah
saja. Selebihnya kita juga perlu mawas diri apabila ingin melakukan perubahan
dilingkungan kita sendiri. Mereka tentu merasa “LEBIH” dari kita
terhadap suatu hal. Oleh sebab itu sulit untuk menyatukan ritme sebuah irama
perubahan yang berdampak positif sekalipun. Coba pemirsa bayangkan!!!
Suatu hari saya membersihkan rumput dipinggir jalan kampung pagi hari. Sambil
jongkok saya mulai membersihkan dengan suasana orang dan anak berlalu-lalang
pula. Hal yang membuat saya miris dan sedih sebagai pendidik adalah hampir
mereka yang lewat tanpa ucap permisi dahulu. Bukan kita pingin dihormati oleh
mereka! Sekali lagi tidak. Namun sebagai etika orang ketimuran, menjaga tata
krama adalah hal yang niscaya. Bahkan ada guru BK di MTSN dengan anaknya lewat
nyelonong begitu saja tanpa permisi. Saya heran terhadap dia, bagaimana mungkin
melakukan konselor pada siswanya tetapi dia sendiri belum mengaktualisasikan
sikap tersebut di masyarakat. Aneh dan nyleneh saja guru zaman now
sekarang. Antara ucapan dan kenyataan sangat kontras sekali dan jauh dari
harapan UUD 1945.
Tentunya kita tak bisa terus-terusan membiarkan
ketidak beneran ini. Tetapi tugas siapa untuk melakukan dobrakan keras bagai
gelombang transversal di lautan lepas. Hadirnya perangkat dan pemerintah yang
paling saya harapkan. Mereka sanggup menghentikan semuanya. Bukan kita sebagai
rakyat grass roots yang tidak mempunyai power. Jika kita memaksa, maka
hanya akan terjadi konflik antar sesama karena mereka tidak mau menerima sikap
kita yang dianggap mengganggu kesenangannya saja. Ruwet khan…!!!
dibiarkan saja pasti berdampak pada mereka yang tak sejalan dengan mereka pula.
Ajaran yang diberikan dengan baik di sekolah/madrasah ternyata banyak mereka
yang tidak begitu menganggap penting. Mereka (orang tua) hanya berpikir angka
dan nilai yang tertulis semu di halaman raport anak didik. Mereka menganggap
jika nilai yang tinggi akan mampu memberikan kontribusi jalan kesuksesan kerja.
This is wrong!! dan salah kaprah.
Tidak ada hal yang paling penting di atas kecerdasan, selain attitude
yang tinggi. Jangan sampai apa yang di lakukan oleh guru-guru di sekolah
menjadi tak bermakna lagi ketika siswa sudah berada di rumah dan lingkungan
Masyarakat. Usaha para pendidik yang keras dan berkeringat, sirnah hanya karena
hujan sehari.
#salamrinduserindunya #tetapsemangat
0 komentar:
Posting Komentar