Berikan Pendapat Anda tentang WI Berikan komentar positif dan santun demi pengembangan konten yang lebih menarik serta lebih faktual dengan berita ilmu yang bermanfaat bagi kita semua pada tahap selanjutnya, untuk partisipasi anda semua saya ucapkan Terimakasih

BABAK BARU!!! STRATEGI JADUL




MENJADI GURU TELADAN, BUKAN MENJADI GURU TELATAN

Pagi yang ceriah, wajah-wajah siswa baru ibaratkan setitik air embun menempel di ujung daun bambu dan rumput. Wajah yang penuh harapan dan segala impian menggantung di pundak para pendidik tanah air.  Semua bakat dan kemampuan dalam dirinya, menjadi cermin untuk mewujudkan angan-angan mereka saat ini. Itulah alasan utama mengapa pendidik dituntut dengan segala daya dan upaya mampu mewujudkan harapan tersebut. Seharusnya impian mereka menjadi pemicu motivasi dan keinginan pendidik untuk mewujudkannya, tetapi terkadang diawal tahun masuk ajaran sudah terciderai oleh prilaku yang kurang disiplin beberapa oknum guru. Menjadi tantangan harus selalu berinovasi dan berkreasi, minimal pola pembelajaran yang bermakna di kelas walaupun tidak maksimal. Keadaan tersebut saya namakan sebagai prilaku yang BERMETAMORFOSIS. Metamorfosis adalah suatu proses perkembangan biologi pada hewan yang melibatkan perubahan penampilan fisik dan/atau struktur setelah kelahiran atau penetasan. Perubahan fisik itu terjadi akibat pertumbuhan sel dan diferensiasi sel yang secara radikal berbeda (sumber Wikipedia).  Sementara kompetensi profesional guru menurut UU No. 14 Tahun 2005 adalah sebagai berikut: (1) Kompetensi Pedagogik (2) Kompetensi Kepribadian (3) Kompetensi Sosial (4) Kompetensi Profesional dan (5) Kompetensi Kepemimpinan. Jika merujuk kompetensi lama, maka di undang-undang tersebut mengalami metamorfosis.

Kompetensi tersebut sangatlah jelas sekali untuk dimiliki pendidik sesuai aturan yang ada. Tentu aturan itu menjadi modul untuk capaian tujuan (CP) pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Jika menjadi pendidik hanya bermodalkan ijazah dan strata pendidikan, maka yang paling dirugikan adalah masyarakat dan negara. Guru itu bukan seperti artis dengan penampilan yang “BOHAI” di depan anak. Tetapi penampilan yang sederhana dan elegan, merupakan satu bagaian kompetensi kepribadian yang ada. Sehingga secara umum mereka hanya bisa tampil di depan siswa seolah-olah orang yang paling mumpuni, tetapi baru teruji kompetensi manakala berhadapan dengan tim ahli pendidikan. Madrasah kita mempunyai program yang mega proyek melaluhi MEQR-nya. Salah satu point adalah peningkatan kompetensi berkelanjutan (PKB) dari 4 point yang lainnya. Upaya pemerintah sudah sangat maksimal sekali yaitu menjalin kolaborasi dengan bank dunia atau word Bank berupa bantuan pinjaman. Pinjaman ke Bank Dunia cukup besar. Setelah diskusi panjang, bank dunia setuju memberikan pinjaman senilai Rp3,7 triliun. “Awalnya, mengusulkan dan presentasi berkali-kali meyakinkan Bappenas. Kemudian Bappenas meyakinkan Kemenkeu dan negosiasi dengan Bank Dunia, akhirnya disetujui. Dana sebesar itu, menurut Kamaruddin, Rp1.6 triliun di antaranya akan digunakan untuk bantuan block grant bagi madrasah dan kelompok kerja (KKG, MGMP, KKM, dan Pokjawas). Block grant ditujukan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu madrasah berdasarkan need assessment, seperti pengembangan kapasitas guru dan tenaga kependidikan, pengadaan sarana prasarana penunjang pembelajaran, pengadaan peralatan laboratorium, pengadaan buku dan sumber belajar, dan lainnya. Ada juga block grant untuk MGMP, KKG, KKM. Dan ini untuk seluruh kabupaten/kota se-Indonesia. Sumber diambil dari situs resmi kementerian agama yaitu klik di siniklik di sini 

Lalu apalagi alasan untuk tidak melaksanakan tujuan dari program yang baik sitersebut dengan berpedoman kode etik sebagai pendidik?. Jangan terjatuh karena tersandung di kaki sendiri menggunakan beberapa diksi yang menggiring pada pribadi yang berintegritas, padahal bohong. Terlalu berteoritis agamis dan membangun opini publik mencetak narasi “akulah yang paling…?”. Adanya fasilitator propinsi (Fasprof) dan Fasilitator Daerah (Fasda) menjadi barometer kegiatan untuk meningkatkan kompetensi berkelanjutan. Saya mengakui di level kelas bawah pada fase A, B dan C banyak melakukan kegiatan kearah tersebut melaluhi kelompok kerja guru madrasah ibtidaiyah (KKGMI). Saya sendiri yang merupakan fasda juga mengapresiasi kegiatan PKB tersebut berkolabarosi dengan sahabat guru lainnya. Berupaya menyampaikan materi dari UP 1 sampai dengan UP 11 di bidang NUMERASI. Banyak hal yang saya temukan di lapangan pola menyampaikan materi guru pada siswa. Melaluhi Kompetensi dasar (KD) dan Kompetensi Inti (KI) akan di temukan acuan tujuan pembelajaran (ATP) dan juga pembuatan modul.

Bagi guru yang suka perubahan dan berupaya menemukan pola pembelajaran menyenangkan dengan kurikulum merdekanya, maka sudah melakukan metamorphosis. Tetapi masih juga saya temukan dibeberapa madrasah tidak pernah melakukan hal demikian. Stagnan dan monoton dari waktu ke waktu. Ibarat sumber bumbu masakan yang lengkap, namun setiap tahun hanya mampu membuat rawon saja. Gebrakan yang fenomenal menjadi guru dan kepala madrasah mati suri dan statis. Menjadi korban paling utama adalah siswa yang jumlahnya mencapai ribuan. Padahal dijumlah itu banyak cita-cita harapan terkatung-katung bagai hewan spider yang hanya berharap keajaiban dari sang pencipta. Pinter mendalil tetapi dalil tersebut masih suka dikentuti. Istilah jawanya, “Rata depan tetapi belakang ngepelin bagai belangkon”. Masih banyak masyarakat suka menggunakan dalil-dalil agama untuk menutupi segala kekurangannya dan ingin tampil menjadi pribadi agamis. Masya Allah…!!!!. Faktual dan berdaya agar teruji secara komprehensip sebagai pribadi sejati dan berintegritas yaitu menjadi guru yang sangat dinanti siswa. Ujilah kemampuan diri sebagai ajang pengembangan berkelanjutan dalam even lomba baik tingkat kabupaten/kota, propinsi dan nasional. Kita akan merasakan kekurang diri manakala berhadapan sesama guru matematika, bahasa inggris, bahasa Indonesia dan lainnya. Jangan hanya mengeksploitasi siswa saja demi mendongkrak popularitas diri, sehingga memerintahkan siswa untuk berlomba? Bagaimana gurunya yang tidak pernah merasakan situasi gemetar, takut, capek dan lain sebagainya yang dirasakan siswanya?. Come on… sesekali lakukanlah! Agar tidak terlalu mengeskploitasi kompetensi siswanya. Jadilah guru TELADAN, bukan guru TELATAN. Bagaimana, masih tidak mau bermetamorphosis?. Mari renungkan bersama-sama.  

0 komentar:

Posting Komentar