Penulis : SAIFUL ARIF
Penyuluh Anti Korupsi
FPAK GTK RI MADRASAH
JATIM PAK
R I A K
Ada
rasa ingin tahu hal yang sebenarnya tentang 9 nilai anti korupsi tentang kata “JUJUR” yang dimasukan oleh KPK sebagai
target pembangunan nilai karakter putra bangsa dalam membangun INTEGRITAS. Apakah
nilai kejujuran ini mempunyai strata yang begitu istimewa dan berkedudukan
lebih tinggi dari pada nilai yang lainnya seperti gotong royong atau kerja
keras. Saya semakin penasaran dan ingin tahu sekali nilai yang satu ini untuk saya
ajarkan ke anak didik di madrasah. Saya juga ingin mencari tahu “Apakah kejujuran ini bersumber dari dalam
diri individu, atau memang ada semacam pemantik yang kemudian tumbuh dan
berkembang menjadi pribadi harapan semua orang seperti Nabi Muhammad SWA?. Saya
mencoba mencari banyak referensi untuk mengungkapkan kehebatan sikap jujur ini
dan saya ingat seorang tokoh terkenal juga satu diantara 4 mahzab imam yaitu
Imam Syafi’i.
Saya
mencoba awali penelusuran ini dari cerita beliau sewaktu berjanji pada sang ibu
untuk selalu bersikap jujur. Sebagai
salah satu imam empat mahzab dalam agama Islam, Abu Abdullah Muhammad bin Idris
asy-Syafi'i al-Muththalibi al-Qurasyi atau biasa kita kenal sebagai Imam
Asy-Syafii memiliki banyak teladan yang patut kita contoh. Salah satunya yaitu
beliau terkenal memiliki sikap yang JUJUR.
Sikap kejujuran Imam Asy-Syafii tidak mengenal batas. Nilai kejujurannya ini
adalah bekal yang ditanamkan ibunya yang cerdas Fatimah Binti Ubaidillah. "Berjanjilah padaku Syafii, bahwa kamu
akan terus menjadi anak yang jujur," begitu pinta Fatimah pada Syafii.
Syafii pun tumbuh besar memegang janjinya. Hingga pada suatu ketika ia sedang
melakukan perjalanan ke Madinah bersama rombongannya untuk belajar kepada Imam
Malik. Namun di tengah-tengah perjalanan ia dihadang perampok. Perampok
menanyai satu demi satu orang di rombongan, hampir semuanya menutup-nutupi
harta yang dibawanya. Sampailah pada Syafii, perampok bertanya "Apa yang
kamu punya?" Syafii dengan polos mengatakan membawa 400 dirham. Namun
perampok tak percaya karena penampilan Syafii dan melewatinya karena dianggap
Syafii hanya mengolok-olok mereka. Sampai pemimpin perampok memastikan anak
buahnya tidak meninggalkan seorangpun dan mengetahui hanya Syafii yang tak
diambil hartanya. Pemimpin rampok menanyai dan meminta Syafii mengeluarkan uang
yang dibawanya. Syafii langsung mengeluarkan uangnya dari saku pakaiannya.
Terkejutlah para perampok. Sambil menerima uang dari Syafii, pemimpin perampok
itu memandangi Syafii sambil bertanya "Kenapa kamu jujur kepadaku padahal
kamu tahu kami akan mengambil hartamu," tanyanya. Syafii pun menjawab
"Saya jujur kepadamu karena saya telah berjanji kepada ibuku untuk selalu
berkata jujur." Mendengar penuturan Syafii itu, hati perrampok itu
bergetar karena hidayah. Ia pun merasa malu karena meski tak ada sang ibu di
sampingnya namun Syafii kecil tetap menepati janjinya. Sementara dirinya telah
berlaku zalim kepada Syafii dan rombongan yang lain. "Perampok itu pun
menjadi bertobat setelah mendengar kejujuran Syafii. Kita belajar bahwa
kejujuran itu akan berbuah kebaikan.
Sebagai orang yang mempunyi iman tingkat tinggi, Imam
Syafi’I menggunakan dasar contoh hidup adalah ibunya. Demi tidak melanggar
aturan dan permintaan ibundanya, maka sikap jujur terus dipegang dan dijadikan
acuan untuk bersikap dalam mengambil sebuah kebijakan. Mungkin ini yang
dijadikan dasar KPK mengapa nilai kejujuran itu menempati posisi penting jika
kita menjadi pemimpin publik yang akan selalu dipegang karena ucapannya. Menjadi
sebuah prioritas bagi saya sebagai pendidik untuk selalu mengajarkan kejujuran
pada siswa atau anak didik. Setiap awal pembelajaran saya selalu menginval anak
didik untuk memastikan berapa siswa yang hadir sebelum pukul 07.00 WIB. Ketika mereka
terlambat maka saya selalu menanyakan mengapa terjadi keterlambatan. Dengan berbagai
macam argumen mereka lontarkan dan uraikan secara jujur walaupun itu menurut
hati dan pikiran saya adalah perbuatan salah.
Kejujuran menjadi sangat penting karena kejujuran adalah
barometer dari nilai-nilai anti korupsi yang lainnya. Jika saya ambil pemahaman
filosofi sila pancasila adalah KEJUJURAN menjiwai dari 8 nilai antikorupsi yang
lainnya. Mari sedikit kita lirik gelar tanpa ijazah junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SWA adalah “AL AMIN” yaitu
yang bisa dipercaya atau bahasa lain
adalah yang JUJUR. Luar biasa kata yang satu ini sehingga orang-orang yang
mulia dan berilmu tinggi selalu menyandang gelar demikian. Kata jujur ini
sangat gampang diucapkan, tetapi sangat sulit untuk di implementasikan. Sebagai
seorang pemimpin sikap jujur ini harus dikedepankan dan dijadikan dasar dalam
mengambil kebijkan yang mempengaruhi hajat hidup orang lain. Maka sikap itu akan
berkembang bermula dari pembelajaran di dalam keluarga (pendidikan informal). Ibunda
imam Syafi’I telah memberikan contoh kongkrit bagaimana nilai kejujuran itu
terpatri dalam jiwa sanubarinya. Selain dimulai dari ibu yang baik, kejujuran
ini juga dihasilkan oleh nilai ibadah seorang ibu untuk menjadikan anaknya yang
berkualitas, baik dari sisi keilmuannya atau dari sisi akhlakul karimahnya. Mungkin
bahasa guyon tetapi serius juga, bagaimana jika KPK kita anggap sebagai Fatimah
Ibunda Imam Syafi’I yang selalu tirakat menggaungkan amalan do’a bersama untuk
pemimpin juga calon pemimpin negara. Sementara rakyat atau pengambil kebijakan
diibaratkan sebagai Imam Syafi’I, heheee….heeee….(maaf bercanda).
Program yang digagas oleh teman-teman relawan integritas seperti
Relawan Integritas Anti Korupsi (RIAK)
bahwa pendidikan anti korupsi harus dibangun pertama kali di dalam keluarga, saya
sepakat sekali. Namun bagaimana memberikan kesadaran bahwa pendidikan
antikorupsi itu sangat penting dan bedampak massive dikemudian hari. Banyak orang
tua yang pada detik ini masih dominan tidak care
pada anak-anaknya. Bahkan banyak diantara mereka yang takut, bahkan enggan
untuk sekedar menasehati anaknya yang melakukan kesalahan seperti lupa SHOLAT
yang asyik main HP bahkan kerjakan tugas sekolahnya. Bahkan seorang ibu (tetangga
saya) saja takut menyuruh anak untuk membelikan makan ke warung tetangga. Ibu itu
mengalah dan pergi sendiri karena takut anaknya marah dan mengganggu
tugas-tugasnya. Innalillahi….. jika
ini terjadi saya kira akan sangat sulit pendidikan Anti korupsi yang diawali
dalam keluarga. Monggo dicek keluarga tetangga apakah demikian, atau
jangan-jangan kita juga demikian pada anak kita yang sudah dewasa!.
Studi kasus kejujuran
yang gagal yaitu kasus tertangkapnya bupati AA Umbara kabupaten Bandung Barat
bersama adiknya yang telah melakukan korupsi bidang pangan dan gratifikasi dengan
total kerugian lebih dari Rp 3 M (Rp 2M hasil pemotongan per paket makanan
sedang Rp 1M adalah hadiah dari berbagai dinas pemerintah di bandung barat juga
PT yang mengerjakan proyek tersebut). Ini adalah bentuk penyimpangan prilaku
juga menyalahgunakan wewenang juga jabatan dalam kasus penyelewengan dana
bantuan sosial covid19 dari dinas sosial untuk rakyat kabupaten Bandung Barat. Fakta
kegagalan pendidikan karakter dari keluarga sekaligus lembaga pendidikan. Maka proyek
ini tidak bisa kita pikul sendiri-sendiri tetapi harus bekerjsama yang sifatnya
hirarkis. Tugas saya sebagai pendidik sangatlah berat sekali. Jika saya ingin
mengjarkan ilmu matematika, mungkin butuh waktu sebulan satu kompetensi. Namun,
jika saya mengajarkan kejujuran maka bisa 13 tahun seperti yang dilakukan
guru-guru di negara Singapura.
Maka saya bisa menarik kesimpulan bahwa kejujuran harus
diajarkan mulai sejak dini oleh orang tua melaluhi pendidikan informalnya. Kejujuran
akan tumbuh kembang dan subur jika keluarga terus memberikan suri tauladan bagi
sang buah hati. Devisi penangkapan dari KPK adalah produk gagal yang harus dijadikan
referensi untuk tidak kita ulangi lagi dengan syarat semua lingkup keluarga
harus tiada henti dan putus asa mengajarkan nilai-nilai kejujuran dan kebaikan.
Agar ketika anak masuk dalm dunia pendidikan masih ada basic yang harus
diteruskan oleh bapak/ibu gurunya sebagai rantai estafet pembangunan karakter bangsa menuju Indonesia emas 2045
mendatang. Say
#menanglawankorupsi
#beranijujurhebat
0 komentar:
Posting Komentar