WHISTLEBLOWER
: AKU KEPRIYE!
(AKU
HARUS BAGAIMANA)
Ditulis oleh : Master say
Penyuluh Anti Korupsi
Terkadang tersirat dalam pikiran saya
sebagai Penyuluhan Anti Korupsi (PAK)
yang tugasnya membangun integritas di kalangan masyarakat umum. Betapa tidak,
banyak pertanyaan yang menjurus pada sebuah penyimpangan hukum atau aturan
Negara tentang penggunaan anggaran. Pikiran-pikiran kaum alit yang menyoroti kasus nasional memang tidak bisa kita hindari
karena kecepatan sumber informasi melaluhi banyak media seperti TV, FB, IG, WA,
Youtube dll. Kecerdasan dan knowledge
yang di bangun dari hari ke hari sekian banyak opini yang dia baca dan juga
dengar tersebut telah merubah midset
menjadi lebih berpikir secara koprehensip.
Dalam sebuah tongkrongan di kedai kopi
sebuah desa, mereka asyik ngobrol tentang kasus penyelewengan anggaran desa. Di
pos-pos kamling pun juga tak luput dari serbuan obrolan tentang penyelewengan
dana desa tersebut pula. Singkat cerita mereka membahas tentang penggelembungan
dana anggran proyek paving jalan kampong mereka yang menelan biaya sebesar Rp
71.000.000 sepanjang 300 m2. Tentu dalam analisa dan juga nalar
mereka bahwa ini anggran terlalu besar dan mebuang anggran untuk kepentingan
lain seperti penambahan dana BUMDes dalam unit pinjaman modal bagi penugusaha
mikro. Mereka menghitung dengan banyak asumsi jika harga batako per meter
persegi Rp 50.000 dan dikalikan 300 m2 adalah Rp 15.000.000 dengan
lama bekerja 6 hari dengan 2 tukang dan 2 kuli masing-masing adalah Rp 100.000
dan Rp 80.000 maka perhari sama dengan Rp360.000. anggaplah dengan konsumsinya
ditambahkan Rp 40.000 maka perhari bisa mencapai Rp 400.000. Apabila Rp 400.000
x 6 hari = Rp 2.400.000. kebutuhan pasir sebanyak 3 truck x Rp 800.000 maka
nilainya Rp 2.400.000. Semen yang bermerk 20 bal dengan harga Rp 51.000 maka
total biaya adalah Rp 1.020.000. jika di grand totalkan menurut mereka adalah Rp 15.000.000 + Rp 2.400.000 + Rp 2.400.000
+ Rp 2.400.000 + 1.020.000 = Rp 23.320.000. Katakanlah dengan biaya tak
terduga sebesar Rp 2.680.000 maka bulat menjadi Rp 25.000.000. Katakanlah kita
salah bukan 300 m2 tetapi dua kali lipatnya yaitu 600 m2
maka dana yang dipakai adalah Rp 50.000.000
Mereka tertawa terbahak-bahak dengan
memukul-mukul gardu pos. Astagfirulloh…. Berapa selisih jika kita hitung Rp
71.000.000 – Rp 50.000.000 = Rp 21.000.000. Lalu kemana sisa uang tersebut? Apa
dibagi rata sesama perangkat desa bahkan dengan BPD nya yang notabene wakil
rakyat desa. Belum lagi yang plengsengan sepanjang 600 m2 yang
menghabiskan dana sebesar Rp 91.000.000 di sepanjang pengairan sawah sebagai
fungsi irigasi yang hanya diuruk pakai sertu dengan plengsengan ditepi sawah
tersebut. Jika diasumsikan secara kasar pembangunan tersebut adalah Rp 100.000
per meter persegi dan dikalikan 600 m2 tentu nilainya Rp 60.000.000
grand total dengan semua variable yang terlibat mulai bahan, ongkos tukang dan
konsumsi. Nilai Rp 100.000 untuk pembengunan jalan yang hanya menguruk dengan
sertu dan plengsengan dengan pasir bata juga semen tentu nilai Rp 100.000 ini
jauh lebih besar bagi masyarakat umum. Jika kita tambahkan tingkat kesalahan
hitung sebesar Rp 10.000.000 maka sisa masih 21 juta.
Dalam kasus ini telah terjadi mark up
data juga penggelembungan anggaran yang sangat merugikan bagi pembangunan yang
lainnya seperti penambahan modal BUMDes sebagai unit pinjaman bagi UMKM di desa
tersebut. Ketika saya telusuri unit yang lain juga terjadi pembengkakan anggaran
yaitu unit Koperasi di bawah naungan BUMDes tersebut. Kerugian yang diderita
unit koperasi saya lihat banyak faktor yang terlibat atau istilah lain dalam
ilmu Matematika banyak variable (peubah) yang tidak terpenuhi bahkan tidak
kompetensi. Ketua Koperasi dijabat oleh seorang yang ”TIDAK SAMA SEKALI” memahami administrasi apalagi dia diberikan
amanah triple jabatan yang dia ampuh seperti ketua PKK, ketua LPM dan yang
lainnya. Selain kurang memahami administrasi keuangan koperasi dilihat riwayat
pendidikannya adalah lulusan SD. Walaupun sering ikut diklat kesana dan kemari,
namun dijadikan plesiran tanpa ilmu yang dia dapati. Seharusnya ada desiminasi antar pengurus koperasi.
Kerugian koperasi tersebut juga dipengaruhi oleh variable lainnya yaitu kepemimpina
seorang kepala desa yang kurang TEGAS dan PEMBERANI karena mungkin ada unsur
kepentingan. Berkali-kali saya minta kepada kepala desa tersebut untuk
mengambil sikap dengan melakukan reformasi dikepengurusan koperasi namun dia
ketakutan karena diintimidasi oleh pejabat desa yang lain karena ada unsur
kepentingan (suka hutang ke koperasi). Lhooo….kok
lucu seorang kepala desa takut pada anak buah yang notabene dia punya legetimasi secara yuridis memberikan kebijakan
dalam roda pemerintah desa. Saya malah berpikir bahwa bagaimana bisa meniru
desa Ponggok atau desa Sumber Agung Sumatera yang begitu
transparan dan berintegritas? Tentu jauh sekali. Yang aneh bin ajaib program unngulan BUMDes desa tersebut tidak
mempunyai AD/ART dan belum juga punya seorang direksi yang dijabat oleh seorang
ketua BUMDes sebagi Dewan Pelaksana.
Sementara Dewan Pengawas (Tokoh
Masyarakat) dan Dewan Pembina (Kades)
juga belum ada. Jadi lengkap amburadul dech…kepemimpinan
desa tersebut.
Kembali kepada masyarakt tadi, dengan
guyonan saya usulkan pada mereka ya
dilaporkan saja keganjilan-keganjilan tersebut. Namun mereka menolak dan ada
rasa ketakutan jika mereka dijadikan saksi kasus-kasus tersebut dan tidak
menutup kemungkinan adanya ancaman-ancaman baik secara pribadi juga keluarga.
Mereka juga bilang terus “Aku Kepriye” (aku harus bagaimana) dan pada
siapa? Apa ke LSM tentu mereka bukan selesaikan masalah malah menggunakan
kesempatan kasus ini. Akhirnya saya sadar bahwa fungsi penyuluh antikorupsi
(PAK) memberikan edukasi dalam pelaporan kasus penyelewengan dana bantuan
pemerintah. Melihat kasus gagalnya pengelolahan koperasi yang katanya
dianggrakan Rp 100.000.000 dari DAU desa tahun tersebut tentu bukan anggaran
kecil jika dilihat sektor UMKM. Saya
pernah mengusulkan bahwa koperasi memang harus ada pinjaman ke warga yang
mempunyai usaha mikro seperti penjual cilok, penjual bakso, penjual rujak,
penjual gorengan bahkan sampai ke bengkel-bengkel kecil harus mendapatkan
asupan pinjaman dengan system pengembalian ringan dan mudah. Misalnya penjual
tersebut diberikan sistim pinjaman Rp 300.000 dengan cicilan Rp 3.000 per hri
selama 6 bulan maka Koperasi atau BUMDes dapat untung Rp 240.000 per semester.
Jika peminjam sebanyak 30 unit usaha sedesa tersebut maka 30 x Rp 240.000
adalah Rp 7.200.000 ini belum yang lainnya. Selain memberikan peluang untuk
mengembangkan kemajuan UMKM rakyatnya, juga menghidupkan sektor ekonomi real di
desa tersebut. Tetapi, lagi-lagi gagal dan tak mau menerima
usukan tersebut sampai sekarang ini.
Hasil survey di lapangan memang banyak
rakyat tahu tentang penyelewengan dana desa, namun banyak masyarakat yang takut
dan tidak mau tahu dengan urusan yang menurut mereka bukan urusannya. Dalam tulisan
ini saya mengajak pada sumua master juga para relawan penegak integritas juga
pada sahabat Ahli pembangun Integrits (API) bersinergi membengun komunitas
untuk saling bahu membahu agar kasus tersebut di atas tidak terjadi lagi dan
bisa mengajak kepada masyarakat agar ikut andil dalam menaikan nilai CPI atau
IPK. Juga berupaya semaksimal mungkin terutama pada pengetahuan masyarakat tentang cara melaporkan kasus tersebut pada
KPK.
Webinar yang digagas oleh Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat (Dit.
Permas) dengan tema "Konsolidasi
Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi
Bersama Penyuluh Antikorupsi dan Ahli” telah memberikan gambaran secara gamblang
bagaimana seharusnya masyarakat melaporkan kasus penyalahgunaan anggaran Negara
tersebut. Masyarakat bisa datang dan menyampaikan langsung ke gedung KPK, bisa melaluhi
surat, SMS/WA (0811 959 575), call center (198), telp. Langsung ((021) 2557
8300), pengaduan kpk.go.id, semua itu merupakan info dan layanan pengaduan
masyarakat. Mari kita tekan peningkatan korupsi di desa dengan menyatukan visi
juga misi dalam membangun jaringan secara luas. Ingat… Korupsi Adalah
Pilihan Hidup mau ke kanan atau mau ke kiri.
#salamintegritas
#mastersay
0 komentar:
Posting Komentar