Berikan Pendapat Anda tentang WI Berikan komentar positif dan santun demi pengembangan konten yang lebih menarik serta lebih faktual dengan berita ilmu yang bermanfaat bagi kita semua pada tahap selanjutnya, untuk partisipasi anda semua saya ucapkan Terimakasih

LITERASI : FAKTA DAN NYATA NAMUN MIRIS

(Malas Baca Tapi Cerewet di Medsos)



Tidak sengaja mata dan jariku berselancar dunia maya pada malam hari seperti hari-hari biasanya menemukan coretan dari sebuah situs milik dari KOMINFO. Melihat judul yang tertulis jelas membuat kening mengerut dan mata menjadi terbelalak. Sesat aku mencoba untuk membaca isi dari tulisan tersebut. Awalnya saya ragu terhadap isi berita tersebut, tetapi karena yang menerbitkan adalah Lembaga Negara Indonesia yaitu kementrian Komunikasi dan Informasi maka dugaan itu menjadi terpatahkan. Lihat judul yang tertera di berita tersebut yaitu “TEKNOLOGI Masyarakat Indonesia: Malas Baca Tapi Cerewet di Medsos”. Kalimat Malas Baca Tapi Cerewet di Medsos, inilah yang membuat pikiran saya mulai melakukan analisa fakta dan kenyataan.

Mencoba untuk sedikit berpikir mundur dan melakukan refleksi kondisi media social kemarin dan masa lalu. Mencoba membuka kembali medsos sesuai apa yang dikatakan oleh kominfo tersebut mulai dari whatsApp, Facebook. Instagram, Telegram memang twittan-twittan sangat banyak dan memng jauh dari kata manfaat. Berita-berita HOAX tanpa ditelusuri atau ditelaah memang banyak yang saya temukan. Bahkan di forum guru pun kenyataan ini memang sangat-sangat mssive dan fakta. Mungkin bahasa yang lagi ngetren sekarang adalah terlalu “Nyi-nyir” tetapi tak satupun sesuai dengan fakta. Ini semua memang tidak didukung dari kenyataan data yang akurat akibat kurang suka membaca. Melaluhi email yang saya terima dari news@edutopia.org mengatakan bahwa tugas sekolah atau guru saat ini pada siswa adalah memberikan kesempatan untuk membaca banyak referensi. Pada tulisan tersebut diberikan sebuah photo yang menggambarkan banyak buku di atas meja siswa dalam sebuah kelas juga head line seperti berikut:

A School-Wide Focus on Choice Reading

When the staff at an elementary school made fostering a love of reading a priority, they used these strategies to meet their goal 

 

Tidak ada alasan dimasa pandemic seperti sekarang untuk tidak melakukan membaca atau membiasakan membaca. Bagaimana dengan metode kita saat memberi pelajaran pada anak didik kita sekarang? Menjadi koreksi bagi saya sekaligus bagi para pemirsa warta ilmu semuanya.

Berdasarkan informasi dari kminfo tersebut bahwa minat baca Indonesia adalah sangat rendah. Fakta Pertama UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Riset berbeda bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.

Masya Allah, jika memang demikian langkah yang harus kita lakukan adalah memperbaiki sistim kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah formal. Menghidupkan kembali perpustakaan baik secra online mupun offline. Memang ironis juga memalukan sebagi seorang guru ketika kita kirin artikel atau tulisand grop-grop medsos merek justeru mengabaikan aau bahasa install program di skip. Namun ketika komentar tanpa data yang akurat menulis bebas begitu saja tanpa penelusuran sumber dan literasi yang digunakan.

Fakta kedua, 60 juta penduduk Indonesia memiliki gadget, atau urutan kelima dunia terbanyak kepemilikan gadget. Lembaga riset digital marketing Emarketer memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Dengan jumlah sebesar itu, Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika. Bahkan mulai dari anak-anak hingga sampai lansia pun memegang smartphone sebagai media informative mereka. Rata-rata pengguna di Indonesia menyuakai visual atau gambar daripada tulisan yang panjang sebagai bentuk artikel atau opini. Ironisnya, meski minat baca buku rendah tapi data wearesocial per Januari 2017 mengungkap orang Indonesia bisa menatap layar gadget kurang lebih 9 jam sehari. Tidak heran dalam hal kecerewetan di media sosial orang Indonesia berada di urutan ke 5 dunia. Juara deh. Jakarta lah kota paling cerewet di dunia maya karena sepanjang hari, aktivitas kicauan dari akun Twitter yang berdomisili di ibu kota Indonesia ini paling padat melebihi Tokyo dan New York. Laporan ini berdasarkan hasil riset Semiocast, sebuah lembaga independen di Paris.

Refleksi diri saja, mungkin sebagai pendidik seharusnya menjadi pioneer untuk selalu mengedepankan data dalam berbicara atau berpendapat. Bukan kecerewetan atau nyinyir yang tak berdalih fakta kebenaran. Menjadikan diri ingin dianggap sebagai dewa menjawab segala persoalan dan opini dari grop tanpa dasar hokum alias “HOAX”. Ini merupakan tamparan fakta sekligus instropeksi bagi kita para guru seindonesia. Tidak usah marah apalagi menghujat sebuah fakta tetapi lebih bersikap gentle untuk selalu memperbaiki diri. Pendidik identik sebagi peneliti dan penyelesai sebuah persoalan dengan banyak berliterasi dari segala sumber bacaan dan tulisan.

Coba saja bayangkan, ilmu minimalis, malas baca buku, tapi sangat suka menatap layar gadget berjam-jam, ditambah paling cerewet di media sosial pula. Jangan heran jika Indonesia jadi sasaran empuk untuk info provokasi, hoax, dan fitnah. Kecepatan jari untuk langsung like dan share bahkan melebihi kecepatan otaknya. Padahal informasinya belum tentu benar, provokasi dan memecah belah NKRI.

#salamintegritas #mastersay


0 komentar:

Posting Komentar