UJUNG
PENA SANTRI
Penulis
SAIFUL ARIF
Bangsa Indonesia
telah dilanda krisis kewibawaan dan
kepemimpinan yang begitu masive. Banyak kalangan masyarakat yang sudah mulai
pudar rasa kepedulian peda sosok pemimpin sekarang. Entah apa faktor utamanya,
yang pasti kami tidak tahu dan kosong informasi data penunjangnya. Namun
realitas yang terjadi adalah tidak satu ucapan maupun perbuatan dari pemimpin
kita sekarang ini secara istiqomah menepati. Mungkin bisa dikatakan hampir
jarang janji-janji mereka ketika kampanye dimplementasikan dalam kehidupannya
masyrakat. Menjadi uswah bagi orang yang dipimpin sudah bukan isapan jempol
lagi dan menjadi bentuk pengkhianatan publik secara masal.
Krisis kepemimpinan ini
tidak bisa dibiarkan terus-terusan begini yang tentu nanti akan menjadi
bumerang bagi kelangsungan roda pemerintah negeri Indonesia. Dalam era seperti
ini tentu dibutuhkan sosok dan lembaga yang kompeten yang bisa turut andil
dalam mengatasi kasus seperti di atas. Lembaga pondok pesantren dibawah
pengasuh seorang ulama dan kiai tentu akan menjadikan suri tauladan positif
yang memberikan pembelajaran publik secara universal. Kegiatan pondok pesantren
yang selalu mengkaji dan mendalami kisah-kisah sejarah masa lampau adalah
merupakan bentuk refleksi dalam mencari jati diri yang lebih baik. Melaluhi
bimbingan para ulama yang sufi menjadikan para santri ini lebih tahu dan lebih
mendalam apa arti hidup dan kehidupan ini. Maka karakter santri akan menjadi
lebih terarah menjadi lebih arif dan bijaksana, tentu tidak terlepas dari doa
dan pengaruh kitab yang dipelajari.
Kini para santri bisa
berdiri sama rata dan tegak dengan yang lainnya. Kehidupan pondok atau sekolah
madrasah yang dulu dianggap “grass roots” oleh banyak kalangan,
kini sudah terjawab semua. Para santri yang terus tekun belajar menggoreskan
pena keilmuannya adalah bagian keterwakilan sesosok pemimpin baru yang siap
memimpin negeri ini. Tahapan demi tahapan para santri berusaha untuk membuka
tabir rahasia berbagai disiplin ilmu melaluhi kitab-kitab yang dipelajirinya.
Pemaknaan kitab dengan berbagai landasan disiplin ilmu yang kuat terus
ditunjukkan dengan pemberian pemaknaan demgan goresan-goresan ujung pena mereka
yang bisa menggetarkan bumi jagad kepemimpinan dunia.
Santrilah yang sedikit
pantas menempati rung terhormat ini dengan karakter yang dibentuk sejak mulai
dia mondok hingga terus faham dalam keilmuannnya. Sebagai bentuk awal di bentuk
mental baja yang kuat serta tangguh terhadap semua ujian dalam memimpin negeri
pada akhirnya. Santri yang selalu dipandang miring oleh sebgaian kelompok
orientalis dan hanya bisa pakai sarung dengan sandal terompanya. Namun kini
para santri banyak berperan dalam setiap kegiatan di masyarakat. Tidak hanya
kegiatam yang bersifat keagaaman, tetapi juga kegiatan sosial maayaakat.
Kekuatan daya pikir maupun nalar dengan landasan iman yang kuat serta niat yang
suci, sosok santri merupakan pimpinan dambaan bagi ummat. Kekuatan ujung pena
yang sanggup memerinagi dunia barat akan teori-teori miring yang memandang
agama islam adalah agama penghancur. Teori mereka menjadi terppatahkan manakala
santri-santri banyak yang menenpati pposisi-posisi setrategis dalam roda
kehidupan. Tidak jarang seorang santri mampu menciptakan teknologi tepat guna
melaluhi lembaga madrsahanya. Seorang santri juga mampu menjadi seorang akuntan
hukum, tentara, teknokrat dan masih banyak lagi yang lainnya.
Melaluhi peringatan Hari Santri Nasional (HARSANAS) kita pupuk kembali nilai-nilai kepemimpinan tersebut menjadi lebih baik. Sedikit refleksi 10 Nopember 1945 dimana para santri menjadi para heroik dengan kepemimpinan KH. Hasyim As’ari dalam memerangi kaum penjajah yaitu Belanda, Inggris dan kaum skutu lainnya. Dengan semangat heroik dengan didasari cinta tanah air menjadikan para santri ini sebagai pejuang yang luar biasa. Oleh karena itu tidak berlebihan jika negara ini memberikan apresiasi bagi mereka dengan menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai hari santri. Tentu ini sebagai rasa bangga dalam melakukan refleksi akan perjuangan dan keberanian mereka dalam mempertahankan nilai-nilai keadilan di muka bumi ini. Semuanya juga andil emansipasi para ulama besar dimasa itu. Dengan resolusi jihat yang di kumandangkan KH. Hasyim As’ari menjadikan semangat yang membara dengan di raih sebuah kemenagan sejati.
Melaluhi peringatan Hari Santri Nasional (HARSANAS) kita pupuk kembali nilai-nilai kepemimpinan tersebut menjadi lebih baik. Sedikit refleksi 10 Nopember 1945 dimana para santri menjadi para heroik dengan kepemimpinan KH. Hasyim As’ari dalam memerangi kaum penjajah yaitu Belanda, Inggris dan kaum skutu lainnya. Dengan semangat heroik dengan didasari cinta tanah air menjadikan para santri ini sebagai pejuang yang luar biasa. Oleh karena itu tidak berlebihan jika negara ini memberikan apresiasi bagi mereka dengan menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai hari santri. Tentu ini sebagai rasa bangga dalam melakukan refleksi akan perjuangan dan keberanian mereka dalam mempertahankan nilai-nilai keadilan di muka bumi ini. Semuanya juga andil emansipasi para ulama besar dimasa itu. Dengan resolusi jihat yang di kumandangkan KH. Hasyim As’ari menjadikan semangat yang membara dengan di raih sebuah kemenagan sejati.
0 komentar:
Posting Komentar