Penulis: Saiful Arif
Penulis Alumni TCS 2017
Penulis Alumni TCS 2017
Penulis Penyuluh KPK 2019
Semula Harya Suman berwajah tampan. Ia mulai menggunakan nama Sengkuni semenjak wujudnya berubah menjadi buruk akibat dihajar oleh Patih Gandamana dari Kerajaan Hastina pada masa pemerintahan Pandu. Suman yang berambisi merebut jabatan patih berupaya menyingkirkan Gandamana. Pada suatu hari Suman berhasil mengadu domba Pandu dengan muridnya yang berwujud raja raksasa bernama Prabu Tremboko. Maka, ketegangan terjadi antara Kerajaan Hastina dan Kerajaan Pringgadani. Pandu pun mengirim Gandamana sebagai duta perdamaian. Di tengah jalan, Suman menjebak Gandamana sehingga jatuh ke dalam perangkapnya. Suman kemudian kembali ke Hastina untuk melapor kepada Pandu bahwa Gandamana telah berkhianat dan memihak musuh. Pandu segera mengangkat Suman sebagai patih baru.Gandamana yang ternyata masih hidup muncul dan menyeret Suman. Suman pun dihajar habis-habisan sehingga wujudnya yang tampan berubah menjadi buruk. Sejak saat itu, Suman pun terkenal dengan sebutan Sengkuni, berasal dari kata saka dan uni, yang bermakna "dari ucapan". Artinya, buruk rupa akibat hasil ucapannya sendiri
Sikap dan watak yang selalu menebar fitnah dan mengadu domba mencerminkan buruk rupa juga hati. Tidak senang melihat kebahagiaan kawan atau orang yang dianggap tidak sejalan dengan pola pikirannya. Sosok sengkuni di era melenial ini semkin juga merajalela di setiap struktural jabatan. Menjadikan orang lain dianggap remeh dengan segala daya kekuasaan. Namun dalam hal laga duel secara satria dimedan peperangan tampil sebagai sesok berjiwa kerdil tidak mempunyai arti dimata lawan bahkan kawan. Ciri-ciri sengkuni berlidah manis dengan sorotan mata tajam bagai elang jawa terbang mencari mangsa. Mata sengkuni bersifat multifungsi dengan kelihaian melakukan aksi coding massive dan terstruktur sangat halus dan menjiwai. Kode-kode lirikan yang diberikan pada kawan yang seide seolah memberikan instruksi segera menjalankan aksi picik namun juga licik. Menjadikan kawan seperti bola mainan yng bisa ditendang kesana dan kemari. Tanpa disadari sengkuni ini memberikan dan menebarkan racun fitnah di kalangan masyarakat luas.
Nampaknya dalam panggung Pendidikan, para jahanam sengkuni ini pun sedang asyik ria menebar fitnah dengan issue murahan untuk memperkeruh suasana kegiatan belajar mengajar dengan racun-racun ampuhnya. Jadi pantas jika terjadi peperangan yang besar yaitu perang bharatayuda antara keluarga Pendawa dan Kurawa. Suasana lingkungan Pendidikan menjadi tidak kondusif. Saling curiga antar sahabat atau kerabat bahkan dikalangan para pejabat dengan lingkungan kerja yang sama pula. Keinginan dan bahkan membuat orang malu yang menjadi tolak ukur keberhasilan dalam beraksi. Aturan yang berlaku sudah tidak manusiawi lagi dan terkesan arogan. Mengganti perangkat peperangan yang urgent dengan memakai pertimbangan emosi dan suka atau tidak suka adalah awal sebuah bencana bagi sebuah Lembaga. Tipu muslihatnya memang bukan isapan jempol saja yang mampu merontokkan isi jagad bumi hastinapura. Dibuat kocar kacirnya semua pasukan penunggu singgasana pura dengan aungan mulut seperti singa kelaparan. Kerlingan mata tajam sebagai fungsi control komando pasukan yang siap menyerang kapan saja. Jika hal demikian tidak diantisipsi sejak dini dengan strategi mumpuni, maka akan sanggup menghancurkan tatanan pasukan pendawa.
Aneh, namun nyata dalam dunia pekerjaan atau organisasi masih ditemukan beberapa photo copian sang sengkuni yang akan merusak tatanan sosial masyarakat. Hanya keberanian dan nilai integritas yang sanggup mengalahkan sikap picik dan licik sengkuni. Pandai mencari muka di depan raja walaupun kadang diri rendah dan tak berguna. Sengkuni jika dijabarkan secara luas lagi berupa tindakan yang selalu mengarah kepada pelanggaran hukum dan norma aturan. Mungkin sudah menjadi takdir bahwa kelompok sengkuni ini banyak peminatnya bagi mereka yang ingin jatuhnya sebuah Lembaga atau pemerintah yang sah. Berbicara nyaring hingga urat seolah mau lepas tanpa didasari pemahaman dan analisa data akurat. Jika sengkuni mampu menguasai kerajaan (Yayasan) maka prilaku binatangnya akan segera muncul tanpa adanya pertimbangan matang secara emosial. Jika pejabat tingkat atas, maka dengan segala kekuasannya memecat bawahan dengan serampangan. Tidak peduli apakah mereka berjasa atau tidak, para pembabat alas atau bukan yang penting dirinya aman dari ancaman. Sebuah ancaman kritikan yang membuat dadanya membesar dan bahkan hidungnya terasa pilek penuh ingus kehinaan.
Diperlukan para pendawa untuk melakukan pembelaan terhadap kaum tertindas dengan di bully para pengikutnya. Strategi sengkuni memang hebat dalam mengamankan para keluarga besar dan sekaligus kroni-kroninya. Memberikan jabatan secara struktural dengan mengganti yang tidak seide dengannya. Sehingga mereka aman secara financial dan juga kehormatan dimata lawannya. Melangkah di atas mayat-mayat tentara sejati bela nusa bangsa dengan tertawa serak bagai gagak dimalam hari. Berdiri di atas pendiritaan tantara-tentara sejati yang tak mau berpantun maupun berpuisi hanya untuk menari sebuah empati dari seorang gadis permaisuri. Waspada terhadap kerlingan para sungkini ini karena setiap saat dia akan hadir disekitar kita. Namun kita sebagi para pendawa harus tetap komitmen dalam menjalankan tugas amanah kerajaan nirwana. Dengan senjata kalimah sodho semoga menambah semangat jiwa untuk terus berbakti walaupun kadang onak duri selalu menyelubingi diri dalam setiap menitik langkah yang pasti untuk ukir bumi pertiwi.
Profesionalieme memang kadang harus ditekankan tanpa ada unsur like and dislike terhadap kawan atau lawan. Sebab untuk membangun system butuh manajemen secara total tanpa harus memilah dan memilih artefak apa yang akan kita treatment pada sebuah system. Kadang-kadang kita jumpai dalam menjalankan amanah atau orang yang akan dibebani amanah tidak kompeten. Sehingga kekecewaan demi kekecewaan yang bisa kita terima dengan menelan ludah pahit sebagai symbol betapa beratnya paru-paru untuk bernapas. Tetapi ada semacam paksaan karena malu dan gengsi (jaim) untuk memilih orang yang lebih kompeten walaupun itu dari kubu lawan (minimal mereka yang tidak disukai). Betapa kerdil pikiran otak mansia seperti sengkuni ini yang kurang mampu menatap masa depan demi kemaslahatan bumi angkasapura. Penulis kadang-kadang pingin merasa muntah dan muak dengan kiprah kelakuan yang demikian ini dan hanya mengotori dunia profesionalis saja. Sudah menjadi watak dan watuk yang tidak mau disaingi dari segala hal, walaupun tak mampu dan “NOL” prestasi. Ibarat seekor srigala ingin makan buah apel namun tak mampu melompat setinggi pohon apel. Pada akhirnya dia berkata bahwa buah apel pahit dan asam. Tentu semut yang melihat prilaku ini akan tertawa terbahak-bahak dengan pantat di atas sambil terkekeh-kekeh. Bukan apelnya yang pahit dan asam, tetapi si srigala yang tidak mempunyai kemampuan untuk meraihnya. Justeru yang bisa dan mampu menjadi bahan cibiran dan hinaan di komunitas mereka dengan mencari dalil agar mereka seolah-olah makhluk paling suci.
Semoga Lembaga Pendidikan kita tercinta tidak terkontaminasi dengan seorang sengkuni. Dengan integritas dan komitmen dengan segala resiko yang akan kita terima, baik secara emosional dan financial menjadi tauhan demi kebahagiaan keluarga. Tentu Allah SWT tidak buta akan perbutan sengkuni-sengkuni versi milenial ini. Suatu saat dia akan diberikan balasan di dunia dengan musibah yang tak dia duga. Bisa saja musibah terhadap kekeluarga, keponakan atau dirinya sendiri. Hokum sunahtulloh pasti ada yaitu “Barang siapa yang menanam kebaikan, maka dia akan menerima kebaikan pula. Tetapi, barang siapa yang menananm kejahatan, maka dia akan mendapatkan kejahatan pula”. Mari kita luruskan jalan kita seperti jalan sirothol mustaqim mengantar kita menuju ke ridhonya Allah SWT.
0 komentar:
Posting Komentar