Wajar jika setiap individu
mempunyai sifat ingin menonjol diantara sesama sebagai bukti menjadi yang
terbaik dari yang lainnya. Kemenangan merupakan puncak prestasi yang memang
banyak diimpikan setiap insan. Namun, jika tujuan hidup adalah menunjukkan
ketenaran diri, maka kita sebenarnya sudah terjebak dalam sebuah kamuflase retorika
pekat hitam padam dan suram yang suatu saat nanti akan menjadi boomerang. Tidak
jarang memang kita jumpai di sisi kehidupan masyarakat sekarang lebih ke nilai egosetrik
jika dibanding pada sikap sosial. Dalam forum-forum diskusi mereka lebih
menggebu-nggebu ingin melakukan aksi, walaupun faktanya minim reaksi. Lebih
menggunakan diksi motivasi dengan opini-opini yang membakar hati, dari pada
cipta rasa dengan pendekatan sentuhan cinta kasih.
Sebuah Gerakan sosial dalam melakukan ajakan ke jalan kebenaran dengan
melakukan penyuluhan-penyuluhan menggunakan kalimat yang tepat agar mereka
dapat menerima dengan senang hati. Bukan sebuah hujatan kepada asesi
yang sedikit banyak menimbulkan reaksi negative dengan indicator mereka tidak
peduli dengan apa yang kita lakukan. Jika memang kita benar-benar berjuang demi
negara dan bangsa dalam rangkaian kegiatan antikorupsi maka lupakan hasil dari
apa yang kita lakukan. Tetapi sebaiknya kita lebih fokus pada proses. Pepatah bilang
bahwa “Proses tidak akan mengkhianati hasil”. Namun dalam melakukan
aksi terkadang ingin di saksikan banyak pihak dan ingin tampil lebih eksklusif
dari pada orang lain. Hingga nilai mawas diri seharusnya menjadi acuan sikap yang
siap menjadi benteng membentuk karakter diri yang siap beraksi hilang pudar
entah kemana. Sementara jika dipahami pengertian euforia adalah
suatu perasaan senang yang berlebihan yang tidak beralasan atau rasa optimisme
/ kekuatan yang tidak rasional. Penyebab euforia adalah karena
pengaruh emosi (senang) yang sangat kuat atau bisa juga terjadi karena pengaruh
obat tertenatu (seperti psikotropika).
Dalam ajaran agama kita selalu diajarkan menjadi pribadi santun dan
berbudi luhur dengan sikap selalu menyembunyikan nilai kebaikan diri di mata
manusia yang lain. Namun, dalam kenyataanya sudah menjadi sifat manusia jika
melakukan kebaikan selalu ingin menunjukan kepada orang lain. Bebicara sebagai orator
dengan berbagai opini public yang seolah-olah mampu memutuskan perkara
dengan pemikiran pendeknya. Mengajak semua orang untuk megikuti jejak melakukan
lopatam-lompatan yang mustahil atas dasar kemampuannya yang masih kurang.
Membangun opini public dengan narasi-narasi yang membuat orag lain marah dan
sedih. Amanah yang diberikan untuk dijaga justeru dijadikan ajang pamer dan
merasa bangga dengan segala identitas yang menempel dipundaknya. Melihat orang
lain adalah sesuatu hal yang remeh dengan merasa diri makin mendulang prestasi.
Padahal amanah yang dibebankan justeru harus dijaga dan dipelihara dengan cara
baik juga diupayakan harus selalu terjaga dari keburukan.
Sikap semangat yang berlebihan atau over lapp juga kadang-kadang
bisa menjadikan citra diri memburuk di depan masyarakat. Mengambil kebijakan
yang bukan sebagai kapasitasnya, akan membawa dampak buruk pula. Sikap
kehati-hatian ini akan membentuk karakter yang luhur sekaligus baik yang
berimplikasi pada sisi kehidupan masyarakat secara adil dan damai. Jika kita
berfikir secara jernih dan lebih mendalam lagi dengan pedoman ilmu tauhid
tingkat tinggi bahwa hakekat kemenangan kita adalah merupakan bentuk pencitraan
terhadap kaum yang kalah. Tanpa dipikirkan juga dengan seksama yaitu
dibalik kemenagan kita ini justeru banyak pihak yang tersakiti. Oleh karena itu
berhentilah bertanding, tetapi marilah berlomba agar mendapatkan hasil yang
lebih baik tanpa harus merendahkan sisi yang lain. Berhentilah beropini dengan
nada menggebu-gebu mengajak semua pihak untuk melakukan sesuatu sesuai, namun dibalik
semua itu adalah non sense besar, dengan cara mencari sensasi diri di
depan pimpinan atau publik. Istilah dalam pepatah ”TONG KOSONG NYARING
BUNYINYA, KLENTANG KLENTONG KOSONG TAK ADA BUKTINYA”.
Lebih pada cita rasa substansi bahwa apa yang kita lakukan tidak harus
semua orang tahu jika hanya untuk mendapatkan kepuasan batin (sensasi). Oleh
karena itu setiap tindakan akan didasarkan oleh niat yang lurus dengan sikap
istiqomah secara terus-menerus pada garis simultannya. Maka kita tak perlu
khawatir tentang apa yang kita lakukan demi kemaslahatan umat atau masyarakat
akan terlihat hasil buahnya yang ranum dan manis. Tetapi, jika hanya
berkoar-koar di forum dengan kalimat “Ayo beraksi, Ayo berinspirasi, Kita
kompeten dan berdaya”. Pada kenyataanya hanya sebagai topeng agar diri
menjadi terbaik jika dibanding mereka, tentu ini sebuah ironi. Problematika
seperti ini sudah masuk ke dalam rana “NATO” yaitu No Act Talk Only.
Sungguh tiada terpuji orang-orang seperti ini dengan melakukan sesuatu kesalahan
namun tak mampu membuat sebuah perubahan besar dan menjadi lebih baik lagi.
Hanya niat tulus ikhlas dan tanpa pamrih yang diindikasikan dengan banyak
“DIAM” namun penuh dengan coretan inspirasi. Berfikir hal yang kecil dengan
kemampuan memoles cipta karyanya menjadi perubahan lebih besar dan baik.
Orang-orang seperti inilah yang sangat dibutuhkan di dalam membengun sebuah
bangsa dengan pemimpin yang berniintegritas yang tinggi. Sebuah prilaku yang
sangat diharapkan menjadi benteng dari sebuah kekuatan yang sangat
fundamentalis. Bagi orang-orang berintegritas adalah “proses tidak akan
penah mengkhianat hasil”.
Perbedaan kaumpencari sensasi dengan kaum pencari ridhlo ILLAHI adalah
hanya pada NIAT saja. Ikhlas jika dianggap lantainya maka jalan dan langkah-langkahnya
sebagai bentuk istiqomah yang akan di naiki penuh dengan kerikil tajam yang
siap lukai diri dari waktu yaitu siang dan
malam. Bagi pencari sensasi lantai adalah sebuah kemunafikan belaka indah
dipandang maupun didengar, tetapi busuk untuk dirasa dalam jiwa raga.
Berjalannya bagai keledai kelaparan tanpa daya dan upaya lebih kreatif lagi,
namun awal kekagagalan yang menyimpang di dalam kaki sendiri. Ketidak percayaan
akan muncul seiring waktu sejarah berputar dan mencatat setiap aksi atau semu
reaksi yang meraka lakukan. Sakit hati dan dendam akan menyelimuti akibat mosi
dari msyarakat yang sudah tiada peduli dengan apapun yang mereka lakukan.
Menata niat dengan ikhlasnya perbuatan baik yang kita lakukan, justeru akan
membawa dampak positif di setiap lini kehidupan abadi nanti. Memanen apa yang
sudah kita tabur dibumi yaitu BUDI PEKERTI yang luhur dan bisa mengayomi semua
pihak tanpa kecuali.
0 komentar:
Posting Komentar