(Menelusuri
Lorong Gelap Korupsi dari perspektif Regulasi dan Cerita Rakyat)
SAIFUL
ARIF
Praktisi
Pendidikan & PAKSI
Apabila dirangkum secara komprehensip, pengertian
korupsi menurut UU No.31 Tahun 1999 adalah tindakan penyelewengan kekuasaan
demi keuntungan pribadi atau korporasi. Keuntungan yang dimaksud ini lebih
mengarah pada hal-hal yang sifatnya material, seperti uang atau sejenisnya. Untuk
menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut UU No. 31 tahun
1999, harus memenuhi unsur-unsur yaitu (1) Setiap orang atau korporasi; (2)
Melawan hukum (3) Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi (4)
Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Kata inti pada
definisi yang dimaksud adalah merugikan negara dan perkembangan ekonomi. Agar
lebih konkrit maksud definisi tersebut, saya akan mencoba merelasikan dengan
beberapa kasus yang massive terjadi dimasyarakat.
Perspektif agama,
apa pun alasannya tipikor adalah perbuatan salah dan akan mendapatkan dosa.
Saya yakin semua sependapat dan setuju dengan kalimat ini. Faktor dominannya
adalah kurangnya atau rendahnya nilai keimanan seseorang pada zat yang serba
Maha yaitu Allah SWT. Dengan minimnya keimanan seseorang maka hati menjadi
tertutup dan buta dari nilai kebenaran. Segala tindakannya tentu akan diluar
nalar sehat dengan melanggar aturan baku atau regulasi yang telah ditetapkan
bersama. Selain definisi korupsi di atas, maka ada definisi lainnya jika
korupsi itu adalah busuk dan kejahatan yang luar biasa atau extraordinary
crime. Mereka yang tersandung kasus korupsi adalah yang tak mampu menahan gemerlapnya
dunia (pangkat, jabatan, harta, dan Wanita). Semua itu sudah menjadi
kesepahaman kita sebagai umat yang beragama bahwa semua itu adalah “FITNAH”.
Sekiranya kita mau jujur pada diri sendiri adalah “bukan bahagia yang
mendatangkan rasa Syukur pada Allah SWT, tetapi bersyukurlah yang akan
mendatangkan kebahagiaan tersebut”. Tidak semua orang mampu dan mau untuk
melakukannya agar tak tersandung pada perbuatan melawan hukum.
Perspektif Masyarakat,
semua juga tahu jika mencuri, berbohong dan tidak bertanggung jawab adalah
perbuatan yang menciderai norma susila masyarakat. Norma ini sudah ada sejak
manusia itu berkoloni atau berkelompok saat itu. Kesepakatan aturan yang akan
melindungi manusia yang lainnya adalah bentuk baku sebuah relaitas kode etik
yang dibangun secara bersama-sama. Tujuannya sangat jelas untuk memberikan rasa
nyaman dan aman bagi koloni tersebut. Andai saja dibumi ini tidak ada agama,
maka perbuatan mencuri dan berbohong adalah prilaku salah. Lalu apa lagi yang
mesti kita tutup tutupi dari persoalan korupsi dengan membuat ambigu jika hal
tersebut bukan termasuk penyimpangan dengan mencari jalan pintas? Sikap
munafik.
Kita telusuri lorong gelapnya sekarang…!!!!!
Seorang pegawai/ karyawan/ guru/ dosen dan lain-lain
baik statunya swasta atau negeri akan berangkat kerja mulai pukul 07.00 WIB –
15.00 WIB. Tiba-tiba seorang dari mereka masuk pukul 08.00 WIB di instansinya
tersebut. Rentang antara pukul 07.00 WIB ke 08.00 WIB adalah satu jam.
Sementara yang lainnya dimulai pukul 07.00 WIB! Kalimat apa yang pantas
disematkan pada orang tersebut? Tak lain adalah korupsi waktu yang intinya dia
melakukan lompatan-lompatan untuk mengejar lainnya agar terkesan sama. Lompatan
itu adalah sinonim dari mencari jalan pintas. Enak dong…!!! Sudah tidak perlu
capek-capek mengantriya bukan.
Tukang becak setiap hari mencari nafkah dengan kondisi
alam yang sangat tidak bersahabat hanya ingin mencari uang demi membangun teras
rumahnya. Upaya dan tenaga dia kerahkan dengan mengayuh becaknya di siang saat
matahari terik dan panas dahaga. Dalam waktu 5 bulan sang tukang becak pun
mampu mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan seperti pasir, batu bata, kayu,
besi cor, konsumsi dan upah pekerjanya dari jerih payahnya. Keinginan itu pun
terwujut karena dia mampu komitmen dan bekerja keras untuk selalu mencari
recehan uang demi sebuah impian. Waktu yang ditempu cukup lama yaitu 5 bulan
lamanya dan kini harapan menjadi kenyataan. Sementara seorang perangkat desa
ingin membangun rumahnya agar kelihatan lebih elegan dimata masyarakat saat
itu. Namun upaya untuk mengumpulkan biaya pembangunan dia dapatkan dari markup/markdown
data iembangunan infra structural di desa tersebut. Spektasi yang diinginkan
dari semen Gresik dengan harga per satuan Rp 58.000. tetapi dilakukan markdown
ke semen singa merah dengan harga Rp 44.000. tentu ada selisih harga yang dia
dapatkan yaitu Rp 14.000 per saknya. Bagaimana jika Pembangunan tersebut
membutuhkan 150 sak? Terbayang bukan kerugian negara berapa dan juga menghambat
laju ekonomi di desa tersebut. Karena memang infra struktur itu digunakan untuk
lalu lintas angkut hasil pertanian. Akhir cerita perangkat desa tersebut mampu
membangun rumahnya dalam waktu kurang dari sebulan karena begitu mudahnya
mengumpulkan uang dengan melakukan tipikor. Waktu tempuh bagi tukang becak 5 bulan
sementara peangkat kuarang sebualan! Kalimat apa yang pantas disematkan pada
kasus tersebut kalau bukan mencari jalan pintas.
Seorang oknum HUMAS polisi disektoral devisi pelayanan
masyarakat yaitu penerbitan surat izin mengemudi (SIM) menerima kasus suap oleh
oknum calo. Dalam pemberkasan untuk mendapatkan SIM, memang ribet sekali. Mulai
dari tes Kesehatan, ujian tulis, ujian praktek dengan lintasan seperti angka 8
menambah deretan derita tersebut. Namun Sebagian Masyarakat kecil yang tak
mempunyai uang mengikuti tahapan-tahapan tersebut dengan sabar. Bahkan mereka
pun mengulang ujianya sampai 3 kali berturut-turut. Tiba-tiba ada seorang calo
membawa berkas seseorang tanpa melaluhi tahapan-tahapan yang tersebut di atas
dengan memberikan administrasi sebesar Rp 700.000 untuk SIM C. sehari kemudian
pun pihak calo sudah mengantongi SIM dari oknum terebut tanpa ada kendala ujian
berikutnya. Mengapa??? Karena sang calo telah melakukan “SUAP” pada bagian
administrasi kepolisian tersebut dengan membagi merata unag RP 700.000. Mari
kita telaah lebih mendalam lagi. Masyarakat yang tidak mempunyai uang melakukan
tahapan-tahapan yang jumalah pekannya sudah tak bisa dihitung lagi. Tetapi sang
calao hanya cukup sehari saja sudah mengantongi SIM yang dimaksud. Lalu kalimat
apa lagi yang pantas disematkan pada kasus ini kalau bukan mencari jalan
pintas????. Silahkan cari contoh real yang lainnya dan silahkan pula saudara
mengartikan sendiri.
Jika seorang peneliti ilmu pengetahuan, apakah itu sekripsi,
thesis dan disertasi, tentu akan menggunakan dugaan awal sebagai
teori dasar hipotesis dengan angka signifikan mulai dari 1%, 5% dan 10%.
Rujukan angka signifikasi tersebut sebagai fondasi peelitian kita memang tidak
mungkin benar 100%. Tetapi nilai kepercayaan lainnya 98% adalah bentuk landasan
teori secara umum yang bisa diterima kebenarannya. Sekarang bagaimana jika
dibalik angka signifikan tersebut nilai kepercayaan 98% dianggap sebagain masyarakat adalah salah,
sementara 2% dianggap landasan teori yang benar? Maka apakah penelitian
tersebut bisa dipertanggung jawabkan?. Tentu tidak sama sekali. Kita juga tdak
akan mengatakan jika dalam satu karung beras terdapat pasir satu genggap, lalu
kita menyimpilkan bahwa isi karung tersebut adalah pasir. Disini kemudian kita
dituntut memahami sebauh diksi yang bersifat ambigu dengan sebuah regulasi dan
contoh konkrit di masyrakat. Semoga membantu dan menisnpirasi sebagai kado
HAKORDIA 2023.
0 komentar:
Posting Komentar