Penulis : SAIFUL ARIF
Penyuluh Anti Korupsi
FPAK GTK RI MADRASAH
JAWA TIMUR Penyuluh Anti Korupsi
Relawan Integritas Anti Korupsi
Tidak dipungkiri lagi jika putri
dari Janoko yaitu Putri Dewi Banowati sosok wanita yang anggun, santun serta
luhur budi bahasa mirip orang tuanya. Tak heran jika banyak kesatria dari
berbagai Negara yang ingin menjadikan dia sebagai pendamping hidup. Kesohoran kecantikan
Dewi Banowati sampai ketelinga pamannya yaitu Werkudoro. Dalam hati Werkudoro
ingin rasanya menjadikan dia anak mantu yang akan disandingkan dengan putra
bungsunya yaitu Oentoseno. Dia tahu jika Oentoseno mempunyai watak dan
perawakan berbeda dengan ke dua kakaknya yaitu Gatut Koco dan Oentorejo. Kekhawatiran-kekhawatiran
ini yang menyebabkan dia termenung dan sedih hati hingga dia jarang berbicara
pada siapa pun.
Kesedihan Werkudoro yang ingin
menikahkan anaknya dengan Dewi Banowati sampai ke tempat asal Puna Kawan yaitu
Karangkadembel dimana Semar bersama tiga anaknya yaitu Gareng, Petruk dan
Bagong. Tanpa menunggu lama Semar bersama tiga putranya berangkat ke Negara Astina
untuk menemui Werkudoro dan menghibur agar lepas dari kesedihannya. Ketika tiba
di rumah Werkudoro dan diceritakan penyebab kesedihannya, lalu Semar berusaha
menghibur dirinya walaupun kurang berhasil. Bagong yang tampil sebagai pribadi
yang kasar tetapi jujur mencoba memberikan pemahaman bahwa “Apakah semua masalah akan selesai jika hanya diam saja?”. Tentu Werkudoro
mulai menerima pendapat Bagong hingga dia memberikan hadiah uang sebesar
500.000 untuk dibagi secara merata pada anggota keluarganya.
Dengan semangat yang mulai timbul,
maka dipanggilah ke tiga putranya untuk segera menghadap dan membicarakan
maksud dan tujuannya. Pada ketiga anaknya dia bercerita akan mengambil mantu
putri Janoko yaitu Dewi Banowati untuk disandingkan dengan Oentoseno. Saat Oentoseno
ditanya sang ayah dia menolak keinginan ayahnya, hingga Werkudoro marah karena
dianggap anak yang durhaka pada orang tua. Akhirnya Oentoseno mau menuruti
ayahnya untuk melihat Dewi Banowati di Maduroko. Kemauan ini didasari atas
kesepakatan antara Werkudoro dan Oentoseno. Kesepakan tersebut adalah jika
Oentoseno melihat Dewi Banowati tertarik juga jatuh hati, maka dia siap menikah
dengannya. Tetapi jika sebaliknya, maka dengan berat hati dia meminta maaf pada
Werkudoro untuk tidak menjadikan Dewi Banowati pendamping hidupnya. Maka berangkatlah
mereka dan didampingi puna kawan ke Maduroko.
Saat menghadap Janoko ternyata sudah
hadir Keluarga Bolodewo yaitu Ndorowati yang ingin juga meminang Dewi Banowati
untuk Lesmono. Tidak begitu lama kemudian datang juga Setijo membawa Sombo yang
ingin juga didampingkan dengan Dewi Banowati. Sehingga ada tiga kesatria yang
saat itu juga berkeinginan untuk meminang Dewi Banowati. Suasana tegang serta ribut
diantara tamu undangan. Ndorowati bersikukuh jika dia dan Lesmono yang berhak
untuk jadi pendamping Dewi Banowati karena merasa datang terlebih dahulu jika
dibandingkan mereka berdua. Sementara Werkudoro juga mengklaim jika dirinyalah yang berhak karena merasa
sudah ada kesepakan dan janjian dengan Janoko sebelumnya. Akhirnya Werkudoro
memberikan jalan tengah dengan cara lomba kedigjayaan dan adu kesaktian dengan
ketiga satria tersebut yaitu Oentoseno, Lesmono dan Sombo.
Janoko dan semua anggota keluarga
sepakat jika pada akhirnya dimenangkan oleh siapa pun maka dialah yang berhak
menjadikan pendamping hidup Dewi Banowati. Babak pertama Lesmana melawan Sombo
dengan adu kesaktian mereka berdua. Perang sengit pun terjadi mereka saling
serang dan pukul hingga akhirnya Sombo jatuh tersungkur kalah telak dengan Lesmono.
Mendengar Lesmono yang menjadi juara maka Werkudoro memerintahkan Oentoseno
untuk segera bertanding dengan Lesmono. Pesan Werkudoro pada Oentoseno adalah
jangan sampai kamu kalah. Jika itu kamu lakukan maka saya sebagai ayahmu akan
menghajarmu habis-habisan nanti. Tentu saja Oentoseno jadi tambah emosi dan
berangkat menemui Lesmono. Tak lama mereka sudah saling berhadapan dan segera
berduel menentukan siapa pemenang akhir tersebut. Lemono meminta pada Oentoseno
untuk mengalah karena dia tahu jika kekuatan dan kesaktian Oentoseno lebih
tinggi. Sehingga mustahil untuk bisa memenangkannya. Apalagi Lesmono tahu bahwa
perjodohan dia dengan Dewi Banowati adalah bukan pilihan, tetapi sebuah
ketepaksaan. Oentoseno katakana bahwa dia hanya menuruti perintah sang ayah kalau
tidak mau dikatakan anak durhaka. Tanpa lama lagi dalam hitungan detik tubuh
Lesmono diangkat dan dibanting ke tanah. Lalu Lesmono pun membalas dengan
pukulan hebatnya, tetapi bagi Oentoseno bagai angin lalu saja. Tak mau menunggu
lama dia selesaikan pertandingan tersebut dengan tubuh Lesmono terkapar.
Melihat keberhasilan anaknya Oentoseno maka Wekudoro sangat senang sekali dan bergegeas untuk menemui Janoko serta putrinya Dewi Banowati diruang balai tamu. Melihat pandangan pertama dengan Dewi Banowati, anak Werkudoro yaitu Oentoseno jatuh hati dan terpikat dengan kecantikan Dewi Banowati. Melihat sang anak tertarik dan jatuh cinta hati werkudoro senyum bahagia serta diikuti dengan tawa abdi Puna Kawan yaitu Semar, Gareng Petruk dan Bagong. Setelah pamit izin putri Janoko kemudian diboyong ke negara Astina untuk dijadikan pendamping hidup yang sebelumnya Werkudoro minta pada prabu Ndorowati yang anaknya Lemono kalah dengan Oentoseno. Do’a restu pun dikabulkan dan legahlah hati Werkudoro karena dianggap tidak ada permusuhan kembali.
Keberanian mengambil sikap “Berani mengakui sebuah kekalahan” adalah memang benar-benar sikap ksatrian dan gentleman yang harus dipupuk semenjak dini. Kekalahan sebuah perlombaan adalah hal yang biasa terjadi dan juga sebuah keniscayaan hidup. Lesmono mengakui kesaktian Oentoseno walaupun dia jatuh cinta setengah mati pada Dewi Banowati, tetapi dia harus juga mematuhi aturan permainan yang tersirat dalam sebuah kesepakatan. Inilah yang dimaksud nilai INTEGRITAS seorang pemimpin dalam berorganisasi dengan yang dipimpinnya. Kita bisa belajar nilai-nilai antikorupsi dari peristiwa Gonjang Ganjing Perebutan Dewi Banowati. Kompetisi yang patut mendapatkan acungan jempol karena berakhir dengan hati legowo serta berani mengakui kehebatan lawan. Sikap kepedulian yang dibangun poleh Puna Kawan yang ingin menghibur Werkudoro adalah sikap anti korupsi yang harus dijadikan contoh bgi generasi muda sekarang. Say
0 komentar:
Posting Komentar