Berikan Pendapat Anda tentang WI Berikan komentar positif dan santun demi pengembangan konten yang lebih menarik serta lebih faktual dengan berita ilmu yang bermanfaat bagi kita semua pada tahap selanjutnya, untuk partisipasi anda semua saya ucapkan Terimakasih

CERPEN : KUEKU YANG MALANG

KUEKU YANG MALANG

Penulis : Saiful Arif


 

S

emalaman kampongku disiram hujan begitu derasnya sampai atap rumah bocor seperti air terjun. Suasana sejuk dan dingin menyelimuti kampong kami. Aku lihat adikku masih tertidur lelap saat adzan subuh berkumandang di masjid sebelah rumah bapak RT. Aku pun bergegas ke dpur untuk segera mempersiapkan bahan-bahan makanan kue yang akan aku jual di halaman sebuah sekolah. Tiba-tiba dari arah belakangku ada suara yang menyapa aku dengan lembutnya, “Tejo…kamu sudah bangun nak! Aku pun menoleh ke belakang. “Iya mak, ini lagi persiapkan bahan-bahannya, sahutku dengan suara malas karena masih ddera rasa kantuk yang amat sangat sekali.

“Jangan lupa bumbu penyedapnya biar enak kue gorengannya, jo!.

“Ok makku yang cantik dan baik hati, tjo selalu siap laksanakan saran dari mak. Sahutku dengan semangatnya.

Aku pun siap menghaluskan bumbu dan mencampurkan ke dalam tepung sehingga menjadi adonan kue yang siap cetak dan goring. Satu jam sudah aku berada di dapur dan tak terasa kue gorenganku yang enak dengan harga Rp 1000-an siap aku jual di halaman madrasah tersebut. Maklum ini hari pertamaku jualan kue tersebut setelah aku jual beberapa dagangan makku yang kini aku gantikan karena kondisi beliau yang sudah tua. Aku mencoba melakukan inovasi baru yang menurut aku ini adalah hal yang baru dan banyak membawa manfaat juga kesehatan. Karena kue yang aku masak semuanya sesuai dengan resep dan model yang telah dicontohkan bagi mereka yang suskses menjualnya di daerah lain.

Pukul 04.30 WIB jam didingku menunjukan tepat. Rupanya orang bau turun dari sholat jamaah di masjid sebelah rumahnya pak RT. Aku pun segera menyelesaikan sholat subuhku dulu sebelum aku ke sekolah menata daganganku. Setelah selesai sholat aku mencoba menghirup udara segar di belakang rumahku yang kebetulan dekat dengan sawah yang terbentang luas nan hijau penuh dengan tanaman padi dan keselai juga kacang tanah. Diantara sawah yang aling hijau dan tubuh lebat adalah miliknya bapak Haji Shomad. Beliau orang terkaya di desa kami dengan lahan sawah yang sangat luas yaitu 12 Ha. Terasa segar tubuhku, aku pun ke dapur kembali untuk menata dagangan yang siap bawa hari ini juga. Rupanya adikku sudah bangun, namun masih bermalas-malasan di atas amben sambil berselimut sarung usangnya. Tiba-tiba adikku kaget mendengar suara yang agak keras memanggilnya,

“Ayo bul….Timnul mandi dulu, nanti kamu terlambat lho!!!!

Sambil bangkit adikku pun menimpalinya “Iya Mak…timbul segera mandi”.

Setelah sarapan adikku pun berangkat bersama-sama temannya dan berkumpul di pos kamling depan rumahku. Aku pun segera berangkat ke lembaga itu dengan harapan semua daganganku laris manis dibeli oleh siswa, guru dan orang-orang disekelilingnya. Karena aku yakin jika kue hasil ciptaan dan inovasiku ini bagus dan menambah kesehatan tubuh bagiyang mengkonsusmsinya. Selain itu bentu dan arganya pun juga berkomtitif karena misi kami bukan hanya sekedar berdagang tetapi menoling bagi pembeli.

Tiba di halaman sekolah aku lihat sepi karena semua siswa masih berada di dalam kelas belajar bersama dewan guru yang lainnya. Rupanya di halaman ini bukan aku saja yang berjualan, tetapi masih banyak pedagang laian yang berjualan juga. Tetapi kue yang mereka tawarkan jika dibandingkan dengan kueku secara nyata memang masih higinis milikku. Mereka taruh kue di atas plastic kotor dan penuh dengan debu, juga minyak gorengnya di pakai minyak goreng curah yang agak kuning hitam. Dengan asyik mereka menggoreng kue yang akan siap mereka jual ke siswa saat istirahat nanti. Lalat dan semut asyik mengerubungi makanan yang ada meja kecil di atas jok sepeda barunya. Adonan yang terkesan asal-asalan telah di bumbuhi dengan bumbu yang kedaluwarsa. Namun, ditutupi dengan aromah buatan yang mebuat hidung penasaran. Tentu makanan yang demikian ini baik dilihat, tetapi berbahaya untuk dikonsumsi, lebihlebih siswa SD yang perkembangan otaknya luar biasa.

Terkadang banyak pedagang yang kurang bertanggungjawab pada masa depan anak bangsa. Yang penting bagi dirinya adalah keuntungan dengan modal sedikit. Mereka sering menggunkan istilah zona aman yaitu aman dan nyaman. Tidak lama seorang pedagang menghampiri saya dan berkata “kamu pedagang baru ya… di sini? “Iya…pak! Jawabku

“Kamu jualan apa itu kok kayaknya gorengan? Kamu jual harga berapaan!”

“Gorengan kue pak, dan saya jual harga sribuan!” kataku dengan nada menyakinkan.

“mahal amat kamu jualannya, yaaa…gak akan laku”. Lanjut dia sambil tersenyum kecut.

Aku hanya diam dan tak lagi menjawabnya. Ada kekhawatiran dalam diriku jika akau layani dia berargumentasi tentang harga jualan kue. Sebab mereka terkordinir dan mempunyai banyak teman yang seprofesi denga menjual makanan tak higinis yang mengandung banyak penyakit bahkan racun dari zat aditif pada makanan mereka. Ini bisa saya lihat dari bahan yang mereka buat. Kasihan anak-anak yang membelinya, mereka hanya tahu aromanya memikat dan harganya juga murah meriah lebih maha dari harga kue saya. Tetapi mau gimana lagi bahan yang aku pakai bahan yang bekualitas bahkan masaknya pun aku hati-hati jangan samapi ada kotoran yang tercampur ke dalam adonan kue tersebut.

Lama aku menunggu siswa istirahat dan tiba-tiba terdengar bunyi, “kring…krrriinggg….kriinggg” siswa pun berhamburan ke luar kelas untuk menuju tempat jajanan yang mereka tunggu-tunggu tadi. Ternyata benar bahwa jajanan yang tak higinis tadi sangat ramai di serbu oleh siswa juga orang tua wali murid yang tidak tahu proses masaknya. Sambil berjubel mereka berkata “wak dul aku beli dua bungkus…”, “aku juga beli tiga….”, “aku juga wak dul…!!”

“iya…sebentar saying…sabar yaaaa!!! Sahut dia sambil melayani satu persatu pembelinya

Rupanya bapak yang jualan yang menghampiri saya adalah Wak Dul dengan nama lengkapnya bapak Abdullah. Wak dul pun melirik ke saya dan tersenyum kecut karena dia melihat dari tadi tidak ada satu pun yang membeli dagangan saya. Saya pun terkejut terdengar dari suara memanggil saya, “mas… mas….kue ini harganya berapa satu?” aku pun sambil tersenyum berkata, “seribuan bu….. monggo dicoba enak dan lezat!”. Kemudian ibu-ibu itu berkata “hemmm…mahal amat sih mas harganya, orang itu saja kalau jual harganya limaratus dapat dua buah kok”. Sahut cetus dia bersama-sama.

“iya bu..benar tetapi rasa dan bahannya berbeda loooo….monggo dicoba saja”  jelas saya ke ibu-ibu tersebut.

“ah…males, mending beli di sana saja gak repot, murah dan meriah” sambil ambil arah berbalik ke wak dul dan kawan-kawannya.

Aku pun terdiam melihat komentar ibu-ibu tadi  dan sambil duduk berharap minimal ada orang yang mau mencicipi kue saya walaupun satu orang saja agar apa yang saya buat dengan jerih payah saya benar-benar terbukti danbisa memberikan kemaslahatan bagi konsumen. Bel masuk pun segera berbunyi dan tiba-tiba terdengar suara lirih memanggil “mas….mas…kuenya masih ada apa tidak saya mau beli untuk saya dan anak saya?” saya terkejut dan menoleh ke sumber suara tersebut. “ada bu…masih banyak perlu berapa?” “hanya beli lima saja berapa yaaa…?” “limaribu rupiah bu”. Lalu ibu itu mengambil lima buah dimasukan ke dalam kresek yang saya berikan dan memakan satu buah dan tiba-tiba “masya Allah lezat sekali kue ini mas?”saya hanya tersenyum puas. Setelah membayar ibu itu terus melangkah pergi dan bergabung dengan ibu lainnya untuk menanti anaknya yang sekolah. Saya baru sadar jika kue saya ini tidak banyak diminati bukan karena tidak enak dan higinis, tetapi karena mereka tidak bisa membuatnya juga terlalu sinis terhadap saya melihat kue jualan saya lebih higinis.

Tiga jam sudah berlalu, ternyata matahari hampir singgah di atas kepala saya. Lalu aku pun siap-siap merapikan dagangan saya untuk saya bawa pulang. Tidak lama saya pun sampai di rumah dengan disambut oleh mak saya dengan wajah kekhawatiran. “gimana jo, hasil daganganmu hari ini? Tanya ibu secara serius. “tidak begitu laku bu, bahkan dicuekin karena harga mahal katanya” aku pun ambil duduk di amben dengan menarik nafas panjang. Sambil mengelus rambut saya, mak duduk di sebelah saya dan berkata “sabar yo lheee… coba nanti sore kamu keliling ke desa sebelah mungkin kuemu akan laku berat”. Saya tahu mak suka memberikan motivasi tentang kue saya. Terkadang saya juga heran, “lhaaa…wonk kue begitu enak, higinis dan murah kok dikatakan mahal dan tidak enak”. Mungkin orang-orang itu mabuk dan keblinger kataku dalam hatiku.

Aku pun beranjak dari tempat duduk disamping mak untuk mandi dan istirahat sebentar sebelum saya melanjutkan jualan dikampong sebelah dengan harapan kue saya laku laris manis. Mata pun tertutup dan terbawa kea lam mimpiku yang indah. WIMS*

0 komentar:

Posting Komentar