Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara (UU RI No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional).
Upaya pemerintah untuk meberantas kebodohan begitu masivenya hingga amanah UUD
1945 mengamanahkan 20% anggaran yang harus digelontorkan dari total APBN
negara. Anggaran APBN 2019 saja mencapai Rp 492,5 T sangat jauh jika dibandingkan
pada tahun 2015 yaitu sebesar Rp 309,1 T ( sumber : http://visual.kemenkeu.go.id ).
Upaya
yang begitu serius tentu harus kita imbangi dengan semangat belajar dengan rajin
jika sebagai siswa atau mahasiswa. Pelaksanaan dan implementasi program
pemerintahan tersebut secara akuntabel dan transparasi oleh pejabat terkait
dalam pengelolahan dana tersebut mulai hulu hingga hilir.
Indicator pencapaian Pendidikan
sesuai dengan amanah UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dapat dilihat
dari beberapa indicator. Dalam website sahabat keluarga dari kementerian Pendidikan
dan kebudayaan adalah (1) Semangat berkarya
anak. Coba lihat
anak-anak kita, apakah setelah belajar di sekolah, ia lalu aktif dalam
berkarya. Misalnya, menulis, membuat prakarya, meriset, dan mempraktikan sains.
Jika, iya, maka itu pertanda pendidikan di sekolahnya sangat baik, karena telah
mampu menumbuhkan semangat berkarya anak-anak. Itulah semangat yang timbul dari
pendidikan yang mampu memotivasi anak berkarya. Pendidikan yang baik menurut
kategori ini adalah siswa mampu mengaktualisasikan ilmunya dalam bentuk karya
nyata. (2) efek psikologi-kognitif anak.
Pendidikan yang baik di sekolah adalah pendidikan yang mampu memberikan efek
bagi anak, baik aspek kognitif, misalnya anak menjadi cerdas dan pintar. Atau
efek psikologis, yaitu anak menjadi lebih baik dan bijaksana. Jika setelah
sekolah anak-anak kita bertambah pintar dan baik, maka itu sekolah yang bagus.
Anak-anak harus kita dukung untuk lebih giat belajar di sekolah itu. (3) Dampak sosial. Artinya, setelah
anak-anak bersekolah, anak-anak tidak hanya tambah baik dan pintar, tetapi
lebih dari itu, anak menjadi lebih bermanfaat bagi orang lain, keluarga, atau
masyarakat. Anak-anak lalu berperan aktif dalam kehidupan sosialnya, sehingga
memberikan dampak dalam kehidupan sosial.
Meraih kategori sukses dalam rana Pendidikan
memang tidak mudah walaupun pemerintah sudah berupaya mensuplay anggaran yang
besar. Tetapi, kerja keras masing-masing individu merupakan factor utama untuk
meraih sukses. Keberhasilan dalam menempuh Pendidikan dalam interval waktu
tertentu pastinya diikuti sebuah proses yang tidak gampang dan dianggap remeh. Bayangkan
sebuah ilustrasi sederhana, orang tua yang menginginkan anaknya menjadi yang
terbaik maka upaya dan usaha orang tua mencarikan bimbingan-bimbingan belajar
untuk anak-anaknya yang terbaik dan terkesan mahal. Padahal latar belakang
orang tua tersebut sangatlah beragam mulai seorang direktur hingga seorang
kondektur, mulai dari seorang Menteri hingga sebagai tukang patri dan lain sebagainya.
Biaya yang dikeluarkan orang tua untuk anak-anaknya bersekolahpun sangat tinggi.
Bagi seorang Menteri menyekolahkan anaknya tentu bukan sebuah kendala biaya. Tetapi,
bagaimana dengan si tukang patri jelas ini merupakan tugas dan beban yang
sangat berat untuk dipikul.
Keberhasilan Pendidikan ini biasanya
diberikan penyematan sebagai tanda penghargaan karena sudah lulus
menyelesaikannya mulai siswa hingga mahasiswa. Tentunya berbeda sekali tentang
penyematan kebanggan tersebut seperti tingkat siswa sampai tingkat mahasiswa. Siswa
akan mendapatkan IJAZAH sebagai dasar penetapan sudah lulusnya siswa dan ini
bersifat melekat. Demikian juga untuk mahasiswa yang telah menyelesaikan tugas
akhirnya yang melaluhi sidang terbuka dan yudisium memberikan ijazah yang
sekaligus gelar yang melekat sebagai bentuk kompetensi yang dimiliki selama menyelesaikan
perkuliahannya. Dalam bidang Teknik dikenal beberapa gelar akademik seperti ;
Sarjana Teknik (ST), Sarjana Pertanian (SP), Sarjana Komputer (SKom), Sarjana
Sain Terapan (SST), Magister Teknik (MT). Sementara penyematan gelar akademik kependidikan
seperti Sarjana Pendidikan (SPd), Sarjana Agama (SAg), Sarjana Pendidikan Islam
(SPdI).
Peraturan menteri riset,
teknologi, dan pendidikan tinggi Republik Indonesia nomor 63 tahun 2016 tentang
gelar dan tata cara penulisan gelar di perguruan tinggi menyebutkan pada bab 1
pasal 1 yaitu Gelar adalah sebutan yang diberikan kepada lulusan pendidikan
akademik, pendidikan vokasi, pendidikan profesi, dan pendidikan spesialis. Sedangkan
pada pasal selanjutnya yaitu pasal 2 menjelaskan Kementerian adalah kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset, teknologi, dan
pendidikan tinggi. Sangat jelas dasar hukum dan mekanisme perolehan gelar
tersebut sudah ada dalam peraturan tersebut. Artinya gelar adalah hal yang
bersifat SAKRAL dan tidak bias dibuat main-main. Jadi, jangan heran jika ada
masyarakat atau pejabat melakukan plagiarism dari jabatan maka konskuensinya
berurusan dengan undang-undang. Karena yang menerbitkan juga merupakan sebuah
institusi pemerintah yang dianggap urgen dan bukan main-main atau kita bebas main-mainkan
Lembaga tersebut karena dibawah kendali kementerian negara Republik Indonesia. Semoga
kasus ini menjadi inspirasi bagi pembaca betapa sakralnya gelar hingga dianggap
sebuah keistimewaan. Jakarta, CNN
Indonesia -- Anggota DPR yang dilaporkan oleh stafnya ke Mahkamah
Kehormatan Dewan (MKD), jika terbukti benar-benar menggunakan gelar palsu,
terancam hukuman penjara selama 10 tahun. Tidak itu saja, anggota Komisi II DPR
ini bisa dikenai denda sebesar Rp 1 miliar. Sementara kasus lainnya juga
menyebutkan Jhoni Harsono
dipolresta sidoarjo melaporkan Guntual Laremba dalam dugaan perkara
menggunakan gelar akademik sebagaimana dirumuskan dalam pasal 28 ayat 7 Jo
pasal 93 Undang-undang No. 12 tahun 2012 (tentang pendidikan tinggi).
Tidak jarang kita temukan dimedia social seperti Facebook dari para
Netizen iseng yang hanya mencari sensasi dari yang dia tulis bahkan di publis
dengan jumlah pertemanan lebih dari 1000 membuat pelesetan-pelesetan gelar
akademik yang menurut versi mereka sendiri. Mereka tidak sadar bahwa apa yang
mereka pelesetan yang berhubungan dengan gelar akademik telah diatur oleh UU
menristek seperti yang saya tulis diatas telah menciptakan sebuah delik yang menghantar
ke meja pengadilan. Sebab pelecehan atau memplesetkan gelar sungguh perbuatan
tidak manusiawi yang akan banyak melukai Nurani bagi si empuhnya. Kita sadar
mencari gelar ini tentu tidak “GAMPANG” seperti yang diberitakan dibanyak media
dan biayanya pun tinggi. Jika orang tua kaya setaraf bapak wali kota tentu
biaya akan sangat tidak menjadi masalah, tetapi, bagaimana yang orang tua
menginginkan anak-anaknya mempunyai gelar dengan pekerjaan sebagai buruh tani
atau buruh pabrik kasar?. Tentu biaya itu sangat menjadi beban tersendiri. Syukurlah
sekarang pemerintah membuka banyak jalur putra-putra Indonesia yang notabene anak
keluarga miskin bisa kuliah dan menikmati program pemerintah yang super yaitu
diantaranya adalah bea siswa “Bidik Misi”
dan program keluarga harapan. Jika kita
flash back tahun 1980 sd 2000 tentu biaya kuliah merupakan masalah pelik dalam
keluarga terutama living cost.
Mereka yang tidak bertanggung jawab dengan cara memplesetkan atau
mencemarkan gelar akademik menjadi guyonan misalnya ST diplesetkan Sarjana Tahlil,
MT menjadi Magister Tawasul, S.Pd menjadi Sarjana Perdukunan, SST menjadi
Sarjana Suwuk Terapan, SH menjadi
Sarjana Haul, MM menjadi Mgister Maulid yang dia sebut sebagai Sarjana Kuburan
University (SARKUB UNIVERSITY). Tentu ini merupakan bentuk pelanggaran, aduannya
bisa kasus pelecehan atau pencemaran nama baik (gelar bagian dari nama ). Barang siapa yang sengaja memprovokasi
pengguna media sosial dapat dipidana bersarkan Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU 19/2016). Berdasarkan
Pasal 43 ayat (1) UU 19/2016, delik-delik tersebut dapat dilaporkan atau
diadukan kepada Penyidik POLRI atau kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Informasi dan Transaksi Elektronik (PPNS ITE). Sanksi dapat dijatuhkan apabila
pelaku memenuhi seluruh unsur dan telah melalui proses peradilan pidana yang
berdasarkan pada ketentuan hukum acara pidana.
Jadi, bijaklah kita menjadi bagian dari masyarakat tentang
apa yang kita ucapkan, dituliskan bahkan sampai ke publikasi di media social yang
sangat banyak di baca para netizen. Gelar akademik yang sudah diatur oleh
undang-undang Pendidikan tinggi melaluhi menristeknya janganlah dibuat guyonan
apalagi plesetan yang hanya ingin mencari sensasi dari para netize. Jika dikembangkan
maka aduannya juga bias saja mencemarkan nama institusi negara yaitu
kementerian sebab gelar itu disematkan oleh Lembaga tinggi melaluhi pengesahan kementerian
bukan yang lainnya.
#salammaster2019
0 komentar:
Posting Komentar