Berikan Pendapat Anda tentang WI Berikan komentar positif dan santun demi pengembangan konten yang lebih menarik serta lebih faktual dengan berita ilmu yang bermanfaat bagi kita semua pada tahap selanjutnya, untuk partisipasi anda semua saya ucapkan Terimakasih

HILANGNYA PERAN GURU

berdasarkan hasil refleksi kita selama ini, beberapa hal yang enyebabkan posisi guru menjadi tidak berdaya adalah selain karena tidak pintar, malas, gaji rendah, juga masih terjerat oleh lingkaran birokrasi. agak aneh memang, saat birokrasi lain megalami kelonggaran, birkrasi pendidikan justru makin represif. sebagai contoh jika semula DP3 untuk kenaikan pangkat bagi guru negeri cukup ditandatangani oleh kepala sekolah, setelah reformasi justru ditandatangani oleh pengawas Kanwil pendidikan. Kebijakan ini, selain mengebir fungsi kepala sekola, juga meghambat kerja guru. Sedangkan di sekolah-sekolah swasta, dengan berlindung dibalik krisis ekonomi, kontrol terhadap guru makin ketat dengan alasan pendapatan sekolah semakin menurun. Guru memiliki perbedaan pendapat atau sedikit lebih kritis terhadap kepala sekolah atau yayasan, diteror atau diintimidasi agar keluar atau berhenti krisis sama sekali.
ketatnya birokrasi itu erupakan warisan orde baru, yang selama tiga dasawarsa menghiangkan peran guru dan menggantikan peran tutor, komando, atau penatar. Profesi guru selama orde baru mengalami distorsi yang begitu hebatnya, sehingga dampak paemo lama yang menyatakan "guru wajibe digugu lan ditiru"(guru wajib dipercaya dan ditiru), berubah menjadi sinisme "guru iso digugu, ning ora perlu ditiru" (guru bisa dipercaya, tapi tidak perlu dicontoh). Disini, distorsi itu sangat jelas. Pameo pertama megandaikan guru sebagai personifikasi makhluk yan ideal, sehingga ucapan maupun perbuatannya wajib icontoh. Sedangkan yang kedua, guru merupakan personifikasi aktor/ aktris yang pandai bersandiwara, sehingga ucapan maupun tindakannya patut diperhatikan tapi tidak harus dipercaya dan dicontoh. Kata "bisa dipercaya" mencerminkan skeptis tertentu, baha apa yang dikatakan guru belum tentu mengandung kebenaran (baik formal maupun empiris). Oleh sebab itu apa yang dikatakannya mengandung ambiguitas, bisa dipercaya tapi juga bisa tidak.
sinisme sosok guru itu makin dipertajam dengan penyempitan ruang dan waktu, misalnya, bisa dipercaya didepan kelas saat mengajar, tapi tidak otomatis dipercaya diluar kelas. bahkan dengan datangnya gerak reformasi yang menggugat berbagai kemapanan termasuk kebenaran pelajaran sejarah dan PPKN (dulu PMP), muncul skeptis yang tinggi dikalangan murid: Betul nggak yang disampaikan guru itu? skeptis yang menumpuk dan tersetruktur itu berdampak pada memburuknya citra guru secara keselruhan, baik yang diluar maupun di dalam kelas.

0 komentar:

Posting Komentar