Berikan Pendapat Anda tentang WI Berikan komentar positif dan santun demi pengembangan konten yang lebih menarik serta lebih faktual dengan berita ilmu yang bermanfaat bagi kita semua pada tahap selanjutnya, untuk partisipasi anda semua saya ucapkan Terimakasih

PROFESIONALISME GURU YANG MEMUDAR

Di era milenium ini, manusia membutuhkan keterampilan dan keahlian di setiap sektor bidang, terutama pekerjaan. Namun, semua itu tidaklah datang secara instan, melainkan harus melalui proses panjang dan perlu kesabaran. Media untuk meraih kemampun tersebut adalah lembaga pendidikan, baik secara formal atau tidak formal.

Oleh sebab itu disinilah urgennya seorang pembimbing atau pelatih (guru/dosen) diperlukan. Dibutuhkan tenaga pembimbing yang kompeten dalam memberikan motivasi, keterampilan yang kompetitif baik secara teoritis atau praktis. Keberhasilan anak didik memang tidak 100% ditentukan oleh guru, namun ada faktor yang dominan dari siswa itu sendiri. Ibarat pepatah yang mengatakan "guru bak pelita yang menerangi dalam gelap gulita". Namun setelah jalan menjadi terang, muridlah yang harus berjalan sendiri. Secara logika jika guru diumpamakan sebagai pelita jalan, artinya guru harus punya kemampuan dan keterampilan agar dapat membimbing para muridnya. Memang tidak jarang ada lembaga yang berhasil mengantarkan putra putrinya meraih sukses dalam suatu event baik tingkat daerah maupun ke tingkat nasional bahkan internasional. Tentu untuk meraihnya tidak segampang pada saat kita berteori, butuh kontribusi mupun komitmen tinggi yang secara istiqomah, dengan melakukan banyak perubahan secara terus menerus. Dalam teori orang Jepang "KAIZEN", artinya melakukan perubahan secara kontinuitas. Mereka selalu mempunyai komitmen tinggi untuk melakukan perubahan dalam kehidupan bermasyarakat, dengan etikat baik dan rasa tanggung jawab tinggi. Oleh sebab itu, walaupun jepang pernah mengalami keterpurukan pada tahun 1945 dengan dihancurkan dua kota besar yaitu kota Herosima dan Nagasaki dengan bom atom mereka.

Namun Jepang selalu melakukan perubahan secara besar-besaran terutama bidang pendidikan. Bahkan sang kaisar pun waktu itu memanggil semua elemen untuk memberikan keterangan kerusakan maupun korban jiwa. Bahkan yang paling pertama ditanyakan sang kaisar adalah "berapa banyak guru yang meninggal waktu itu". Sekrang kita dapat perhatikan sekarang ini, karena jepang melakukan perubahan terhadap sektor pendidikan dengan sungguh-sungguh terutama guru-gurunya, maka mereka mampu menguasai teknologi dengan indikasi adanya perubahan sektor industri dan pertanian walaupun sektor pertaniannya tidak seperti negara Indonesia.

Dari uraian tersebut diatas sudah sangat jelas sekali bahwa diperlukan komitmen pendidik untuk selalu melakukan prubahan-perubahan dalam konteks membekali diri untuk meraih prestasi. Sesuasi dengan definisi pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan pada anak tertuju pada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantuanak agar cukup cakap dalam melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Bahkan beberapa tokoh diantaranya:

1. John dewey
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia.

2. J.J. Rousseau
Pendidikan adalah memberikan kita pembekalan yang ada pada masa kanak-kanak sampai remaja yang nantinya akan dibutuhkan pada saat kita dewasa nanti.

3. Kihajar Dewantara
Pendidikan yaitu tuntutan didalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya

Pendidik atau guru seharusnya sadar, bahwa dirinya mempunyai tanggung jawab moral tinggi terhadap anak didiknya dalam mencapai sukses dunia lebih-lebih sukses akhirat. Tiada kata berhenti untuk melakukan perubahan secara kontinuitas guna memberikan life skill pada anak didiknya. Namun realitasnya, banyak guru yang jarang mempunyai kompetensi dalam bidangnya. Tidak jarang diantara mereka yang hanya sebagai clock teller (tukang cerita) yang tidak diimbangi dengan kemampuan diri (self skill). Seakan-akan mereka merasa senang jika diantara siswa siswinya kurang pengalaman. Tentunya ini menjadi ironis dan mencoreng dunia pendidikan kita. Seharusnya pendidik merasa sedih dan GALAU melihat anak didiknya kurang menguasai materi lebih-lebih kurang kompetitif.

Menurut UU nomor 2 tahun 1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melaluhi kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang. Bahkan didalam undang-undang tersebut sangat jelas sekali tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakat dan ke bangsa.
Sudah menjadi keharusan, ketika seseorang sudah berkomitmen menjadi seorang guru dapat menerima sebuah implikasi dari pilihannya. Namun, paradigma guru kayaknya mulai bergeser bahkan sudah mengalami slip sehingga hampir tergelincir dalam dunia materialistis. Para guru tidak jarang tingkat kelulusannya hanya sekedar lulus atau sebagai maskot hitam di atas putih. Asal nama depan sudah tertulis SPd, MPd bahkan DR mereka bangga dengan gelar. Walaupun mereka dapatkan hanya dengan hadir sekedar titip absensi. Apalagi ikut kuliah kelas jauh, alias kelas mimpi yang bergelar MM (malam minggu). Subhanallah. Mau jadi apa pendidikan kita ini? Mau dibawah kemana roda pendidikan kita? Apakah guru hanya cukup berteori saja. Baca buku hafal, lalu menyampaikan pada siswa siswinya? Yang kadang-kadang muridnya bingung dan tambah sumpek.

Sebagai guru yang bijaksana, mereka tidak menghabiskan waktunya hanya bermain Facebook saja, atau di depan TV mengikuti acara sinetron (sinema elektronik) yang semakin lama semakin tidak mendidik. Harapan ke depan dengan adanya perdagangan bebas ini, semakin memberikan tantangan dan warna tersendiri bagi guru-guru di tanah air tercinta agar segera mungkin bangun dari mimpi-mimpinya buat membenahi diri demi menyongsong prestasi anak-anak negeri. Tidak menjadikan lembaga pendidikan sebagai earning organisation, namun menjadi learning organitation.

Mungkin kata terakhir dari penulis ini yang mungkin baik penulis sampaikan yaitu: OJO NGGOLEK PANGURIPAN NING MADRASAH (SEKOLAHAN), TAPI LEK ISO NGURIP-URIPONO MADRASAH (SEKOLAH), MENGKO GUSTI ALLAH SING BAKALAN URI-URIPI AWAK SIRO KABEH. Jangan mencari kehidupan di madrasah (sekolahan), tapi hidupkanlan madrasah (sekolahan), biar Allah yang menghidupi saudara semua. Wallahu’alam [Pak Say WI]



0 komentar:

Posting Komentar