Sehubungan dengan pengujian hipotesis dan penarikan kesimpulan, kita kemungkinan akan membuat dua macam kekeliruan. Pertama adalah kekeliruan tipe I dan kekeliruan tipe II.
Kekeliruan tipe I terjadi ketika kita menolak hipotesis yang seharusnya kita terima. Kekeliruan tipe I disebut juga dengan α (alfa). Kedua adalah kekeliruan tipe II. Kekeliruan tipe II ini terjadi ketika kita menerima hipotesis yang seharusnya kita tolak. Kekeliruan tipe II disebut juga dengan β (beta). Hipotesis yang dimaksud disini adalah null hipotesis (H0).
Secara diagramatis, hubungan antara kesimpulan dan kekeliruan dapat dilihat seperti berikut ini.
Pertanyaan yang sering ditanyakan adalah apakah kita bisa menihilkan kekeliruan ini. Jawabannya adalah tidak bisa. Ini disebabkan kesimpulan yang kita buat akan dibatasi oleh alfa dan beta. Bila kita perkecil alfa, maka otomatis kita memperbesar beta. Demikian pula sebaliknya, bila kita memperkecil beta, maka kita akan memperbesar alfa.
Untuk keperluan praktis, para ahli membatasi alfa pada titik 5 persen, sementara beta tidak diberi batasan tertentu. Alfa dipandang lebih perlu mendapat penekanan dari pada beta. Hal ini karena manusia berkecenderungan melakukan alfa dari pada beta.
Jika kita gunakan alfa 5 peren, maka itu berarti bahwa peluang kita membuat kekeliruan tipe I ialah 5 %. Ini mempunyai arti bahwa kekeliruan yang mungkin kita buat untuk menolak hipotesis yang seharusnya kita terima adalah 1 dalam 20 percobaan.
Alfa (α) dipakai juga untuk sebutan tingkat signifikansi suatu pengujian. Alfa 5 persen disebut “signifikan (nyata)” dan alfa 1 persen disebut “sangat signifikan (sangat nyata)”. Oleh karena itu, hasil kesimpulan dari suatu pengujian dengan statistik harus menyebut alfa yang dipakai. Bila alfa yang dipakai adalah pada taraf 5 persen, maka kesimpulan yang dibuat harus ditulis bahwa perbedaannya kedua hal yang dibandingkan adalah nyata. Namun, bila alfa yang digunakan 1 persen, maka kita simpulkan bahwa perbedaan keduanya sangat nyata
0 komentar:
Posting Komentar