Menjadi guru adalah impian banyak siswa pada jaman dahulu, Karena jabatan guru dianggap mulia di mata masyarakat waktu itu. Guru adalah tempat bertanya setiap persoalan yang terkait dengan permasalahan hidup, sekaligus guru adalah tempat pencerah hati. Guru sesosok symbol keilmuan yang merupakan kepanjangan lidah dari para nabi dan rosul yang di utus oleh Allah SWT kepermukaan bumi. Begitu urgen masalah ilmu yang tidak terlepas dari diri seorang guru Allah SWT berfirman:
“Allah mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat”
Dalam ayat yang lainnya Allah juga berfirman:
“katakanlah, apakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui.”
Sabda rosulullah SAW dari HR. Ibnu Abdil Bar mengatakan “ Dari Anas berkata: Tuntutlah ilmu sekalipun ke berada di negeri Cina, sebab sesungguhnya menuntut ilmu adalah kewajiban yang sangat diperlukan bagi setiap orang muslim. Sesungguhnya malaikat menghamparkan sayap-sayapnya untuk menuntut ilmu, lantaran rela terhadap ilmu yang dicari”
Dari penjelasan firman Allah SWT yang pertama dijelaskan bahwa Allah memang mengutamakan orang yang berilmu dengan mengangkatnya beberap tingkat (derajat), namun bagi mereka yang beriman kepada-Nya. Bagi orang yang kafir, tentu ini sebuah pengkecualian. Banyak orang kafir yang cerdas dan pintar di dalam IPTEK namun tidak akan pernah diangkat derajatnya di sisi Allah SWT. Sebab, seseorang belum dikatakan pintar, cerdas dan intelek jika belum mengenal ilmu agama islam. Jadi berbanggalah bagi seorang guru yang tiap hari benar-benar menyampaikan ilmu agama dan ilmu-ilmu yang lain di hadapan para siswanya dengan cara “ikhlas dan sabar”. Apabila semua guru menyadari bahwa jabatan guru tidak hanya jabatan professional namun sekaligus jabatan amanh dari Allah SWT sebagai kholilah di muka bumi ini. Seolah-olah baik buruknya isi bumi ini, tergantung niat guru dalam mengajarkan ilmunya.
Dalam ayat selanjutnya Allah jelas tidak mungkin menyamakan orang yang berpengetahuan dengan orang bodoh. Bahkan dalam suatu riwayat dikatakan bahwa setan lebih takut pada orang alim yang tidur dari pada orang bodoh yang sholat. Seharusnya guru juga demikian, akan selalu ditakuti dan menjadi musuh-musuh setan sepanjang hayat. Dari Ibnu Abbas ra berkata: menuntut ilmu satu jam lebih baik dari pada sholat semalam. Dan mencari ilmu sehari lebih baik dari pada berpuasa selama tiga bulan (HR. Addailani). Sebenarnya hadis ini lebih di fokuskan kepada para murid dalam angka menuntut ilmu. Sehingga timbul motivasi dan rasa dorongan dari dalam hati untuk lebih semangat lagi dalam menuntut ilmu. Namun paradigm sekarang justru berubah, banyak siswa yang terkesan malas dalam belajar, menurt Kiai Ronngo Warshito “ Satri Batal Tapane” (banyak siswa yang tidak mau menuntut ilmu). Bahkan Sunan Kalijaga dalam pesannya ke pada para santrinya adalah Wajib ain nuntut ilmu lanag lan wadon, ilmu iku ayu koyok widodari kulit moyo’-moyo’ koyok den suwari. Yen dituntut di catur brantane tanpo mari-mari. Lamun yen diturut bakal mbuka suwargo lan mbuka lawang qori.
Dengan demikian semakin jelas sudah bahwa tugas guru sangat berat, karena dituntut secara moral dunia akhirat. Dunia yang dimaksud adalah mencetak kader manusia menjadi insan yang kamil (sempurna). Selain menguasai IPTEK juga harus IMTAQ sehingga akan tercipta kebahagiaan dunia dan akhirat bakal tercapai. Akhirat yang dimaksud adalah guru harus mempertanggung jawabkan apa-apa yang disampaikan di depan para siswa tentang kebenaran ilmunya. Sekaligus dia menjadi oaring yang pertama dalam melakukan intepretasi dan aplikasi ilmunya sebelum siswa-siswinya melakukan. Diriwayatkan oleh Ibnu Abiddunya dan Al Baihaqi dari La Hasan berkata:
“Tidak ada seorang hamba yang berkhotbah kecuali Allah menanyakan pertanggung jawabnya tentang isi khotbah itu pada hari kiamat:”apa yang Dia kehendaki?”. Di intisarikan dari kitab Irsyadul Ibad terjemahan hal 51: 1995)
Dalam riwayat tersebut di atas yang dimaksud para pengkhotbah adalah guru (orang mengajarkan ilmu). Jabatan guru ibarat dua sisi uang logam yaitu ada sisi nikmat dan sisi lainnya adalah azab.
Namun ketika masalah guru di lihat dari kacamata sebagai jabatan pekerjaan, maka nilai-nilai keutamaan ilmu mengalami distorsi dari nilai substansinya. Banyak fenomena guru demo menuntut tunjangan hidup dan mengejar tunjangan sertifikasi, seolah menjadi wacana bahwa pahala yang seharusnya diterima diakhirat dia memaksa untuk diberikan secara cash di dunia. Implikasinya siswa menjadikan pedoman ucapan guru dan tindak tanduk guru adalah fondasi awal dalam menciptakan manusia yang kamil, kini menjadi berubah menjadi manusia yang kufur. Lalu, bagaimana dengan tanggung jawab guru mengemban amanah menjadi khalifah dimuka bumi ini?. Walaupun banyak factor anak menjadi baik atau buruk namun jika di beri porsi persentase, gurulah yang lebih mendominasi dalam pembentukan karakter siswa-siswinya.
Jangan heran jika ajaran dipondok salafi masih tetap seperti yang dulu, seperti memukul dengan penjalin, menjewer, mencubit bahkan menempeleng masih tetap dipertahankan. Sebab hukuman di dunia lebih ringan jika harus mempertanggung jawabkan sikap di dunianya. Namunadanya HAM inilah yang sekarang mengkungkun sikap guru lebih berani dalam mengambil sikap terhadap anak didiknya yang melakukan keslahan baik secara norma masyarakat dan norma agama. Kita sebagai guru islam harus berhati-hati dengan ditiupkan virus-virus HAM yang diproklamirkan oleh orang-orang kafir yang tidak menyukai sistim pendidikan orang islam.
Oleh karena itu, saya mengetuk hati nurani semua guru mulailah tata niat kita sejak berangkat ke sekolah, madarasah yang akan mengajarkan ilmunya AllahSWT. Dalam riwayat Ibnun Najjar dari Ibnu Abbas ra berkata:
“ Berangkat di waktu pagi atau sore ke beberapa masjid untuk mengajarkan ilmu, akan lebih utama daripada orang yang berjuang di jalan Allah.”
Janganlah guru terperangkap dalam suatu sistim materialistis, yang mengejar kesenagan jabatan: menjadi pegawai negeri, guru sertifikasi dengan berbagai tunjangannya, tetapi semu belaka. Mereka yang tidak sadar terutama PN akan menjadi bumerang nanti di padang mashyar tentang apa-apa yang dia terima dan dikerjakan terhadap para siswanya. Mengejar prestise, pangkat jabatan maupun golongan adalah perbuatan keliru yang memang sengaja setan samarkan dan menjadi suatu justifikasi itu adalah benar. Subhanallah, Alhamdulilah saya masih melihat banyak para guru di ponpes yang salafi masih betul-betul ikhlas dalam mengajarkan ilmu pada santri-santriwatinya. Walaupun bisyaroh yang dia terima hanya cukup beli tahu dan tempe (< Rp 125.000). namun kenyataannya mereka hidup layak dan cukup.
Mari tata niat dulu, agar kita mencapai kenikmatan dunia lebih-lebih nikamat akhirat, dapri pada sisksa di akhrat. Na’uzubillah.
0 komentar:
Posting Komentar