Saya tertarik pada salah satu kalimat yang terpampang di halaman Facebooks saya, yaitu tentang ujian nasional. Di dalam halaman status saya ada pertanyaan yang menurut saya bagus untuk dibahas yaitu "UN APA YANG SALAH".
saya memahami masalah yang carut marut tentang penyelenggaraannya. sebenarnya bukan penyelenggaraannya tetapi terletak pada peserta dan lembaga penyelenggaranya. berikut salah satu kalimat yang saya copas dari acount FB saya. Perlu saya tegaskan bahwa dialog itu terdiri dari dua arah, yang warna merah dari Warta ilmu sedang warna biru dari salah satu teman FB saya. berikut cuplikannya:
Ketika sitem pendidkan sudah diikat scr sentralistik, jg heran kalo konklusix berupa angka2. seharusnya sistem pendidikan ini berpedoman pada pendidikan visioner.shingga hasil akhirnya bukan pada nilai tapi proses. ingat...belajar itu tidak dibatasi oleh waktu.
itu dri sgi manifesT, smntra pmernth scr real, kberhsln eductf hny d tnjau di sgi kuantittf tidk menghiraukn kualttf. .
ya ...jangan sampai iu terjadi. berarti sama dengan melanggar tujuan nasional yg termaktub di UUD 45 alinea 4. saya adobsi ktx bijak.JIKA KAMU MENANAM PADI RUMPUT TUMBUH, TAPI JIKA KAMU TANAM RUMPUT JGN MIMPI TUMBUH PADI.dlm hal ini sy bicara atas kontek toeri idealis bukan bersifat pragmatis.
Sticholdr eductf dituntut untk bertendensi pd tujuan negra,sementra haluan eductf? memang itu demi prubhan,tpi fakta.
lebih mengarh eductf rawan dg konplik-cotoh penyelewengn UN? apa yg slah?
yang salah pada UN sederhana kita tidak kompeten dalam mengajarkan ilmu pada anak didik kita. apalagi guru yang kurang kompetitif.sehingga ada rasa ketakutan yang tidak beralasan ketika siswa kita tdk lulus. sehingga jgn heran jika di bumi pertiwi ini penuh ketidak jujuran dalam pelaksanaan ujian nasioal terutama guru dan lembaga penyelenggara. coba lihat pendidikan di pondok pesantren, dalam melaksanakan ujian setiap periode 3 bulan IMTIHAN DHAURI (IMDA) mereka para santri terutama para guru2nya melaksakannya secara jujur. mereka berpedoman bahwa tidak lulus dalam ujian itu sudah hal biasa. tapi bagaimana dengan kita???? itu dianggap aib ketika siswa kita nggak lulus. inilah sebenarnya cikal bakal dari ketidak jujuran tersebut. jika anda mengamati, sekarang pemerintah memberikan teks ujian 20 jenis soal, ini membuktikan bahwa pemerintah kurang percaya terhadap kita dalam pelaksanaan UN tersebut. terus terang yang saya kurang setuju dr pemerintah adalah belajar itu dibatasi oleh waktu dan sistem pendidikan masih bersifat sentralistik. masalah UN saya setuju, mengapa! sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan nasional yang barometernya secara kuantitatif.
Dari dialog tersebut dapat saya ambil sebuah kesimpulan bahwa UN masih merupakan sebuah sistem ujian dari pemerintah yang dianggap sebagian besar penyelenggara pendidikan (sekolah) tidak tepat sasaran, baik secara phsikis maupun phisik (sapras). Tentu saja hal ini menimbulkan beberapa konflik dikalangan praktisi pendidikan. Penolakan-penolakan dengan berbagai macam alasan sering dijadikan modus mereka dalam menyampaikan aspirasi mereka. Mungkin pemerintah harus mengevaluasi lagi kebijakannya yang tertulis dalam sebuah PP no 77 tahun 2008 tentang penyelenggaraan Ujian Nasional.
Bagaimana tidak banyak para siswa yang kurang siap materi yang secara garis besar tertulis di dalam Standart Kriteria Lulusan (SKL). Basic para siswa kebanyakan kurang dipersiapkan oleh guru. Sehingga pengembangan materi ajar berjalan stagnan.
Namun, sekali lagi saya tegaskan, apa pun alasannya kita sebagai guru wajib rasanya mengajarkan ilmu pada anak didik kita sampai tuntas. Belajar itu harus sampai tuntas, tidak bisa ditawar lagi. Jabatan guru bukan hanya jabatan profesionalisme namun adalah sebuah amanah dari Allah SWT untuk dijalankan sebagaimana yang telah di syariatkan. Guru bak pelita dalam gulita, penerang kehidupan dikala manusia sudah tidak punya pedoman hidup. Jika siswa kita menguasai semua materi ujian saya yakin tidak akan mungkin ada rasa ketakutan dikalangan siswa, lebih-lebih para penyelenggara ujian. ketidakjujuran dan kecurangan dalam UN akan sendirinya terkikis habis. Mungkin sekedar mengingatkan pikiran kita tahun 80 an, dimana ujian nasional tidak dipatok pada angka-angka, mulai dari 4,00 sampai 6,00 atau dari satu jenis soal ujian hingga ke 20 soal ujian. subhanallah.
0 komentar:
Posting Komentar