Berikan Pendapat Anda tentang WI Berikan komentar positif dan santun demi pengembangan konten yang lebih menarik serta lebih faktual dengan berita ilmu yang bermanfaat bagi kita semua pada tahap selanjutnya, untuk partisipasi anda semua saya ucapkan Terimakasih

Sekolah Dibubarkan Saja!




Judul Buku : Sekolah Dibubarkan Saja!
Penulis : Chu-DielL
Tahun : Cetakan I, Juni, 2010
Penerbit : InsistPress, Yogyakarta
Tebal : xiv + 178 halaman

 Buku ini adalah rekam jejak pengalaman penulis bergaul dengan kalangan remaja usia sekolah ketika masih menjadi aktivis kesehatan dan reproduksi di Ranah Minang, Sumatera Barat, tempat kelahiran dan kehidupan penulis.

Segenggam godam dihujam soal kegiatan belajar mengajar di sekolah. Gugatan-gugatan disampaikan penulis dalam pergumulan reflektif penuh kekecewaan dari beberapa sahabat pelajar sekolah yang pernah dia temui. Para pelajar itu menganggap kalau sekolah tak bisa memberikan yang terbaik sesuai cita-cita dan keinginan.

Menjadi siswa di sekolah harus mau dipaksa belajar agar sekolahnya mendapatkan tingkatan prestasi cemerlang dan guru-guru bisa dianggap sebagai pahlawan pendidikan yang layak mendapatkan kesejahteraan, meskipun apa yang diajarkan di sekolah tidak sesuai kebutuhan dasar hidup. Kecemburuan dan kekecewaan mereka terhadap sekolah yang hanya mengejar angka dan prestasi kuratif lainnya, membuat mereka menginginkan sekolah dibubarkan saja. (hlm: 32-33)

Penulis melukiskan kegeraman-kegeraman itu dalam dua bentuk penyampaian; secara naratif dan dialog kritis. Sub judul yang diambil penulis pun tak kalah menggigit nalar mapan tentang pendidikan formal di sekolah. Sistem seragam sekolah, sepatu, model potongan rambut dan lainnya, yang tidak berkaitan langsung dengan pengembangan kecerdasan sekolah, dianggap sebagai sistem yang aneh. Minat bakat individu yang dipangkas oleh pilihan jurusan sekolah yang terbatas telah membunuh daya kreatifnya. Ini disampaikan secara kritis oleh penulis dalam bab khusus: “Sekolah yang Membunuh.”

Dalam bahasan selanjutnya, penulis juga mempertanyakan pesta setelah ujian sekolah yang dianggapnya menyedihkan, karena acapkali hasil ujian diwarnai dengan keculasan dan kecurangan. Aksebilitas pendidikan kaum miskin juga menjadi titik kritik tak pernah habis. Menurut penulis, sekolah sejak puluhan tahun yang lalu telah ditempeli pamflet “orang miskin dilarang masuk”. Pelajar miskin yang ingin mencari pengalaman pengetahuan dan kedewasaan berpikir diibaratkan seperti virus yang tak boleh masuk dalam kawasan steril pendidikan. Ironisnya, hingga kini pemerintah seperti abai.

Semua kegelisahan pendidikan formal dari penulis mengakumulasi pada tanda tanya eksis sebuah “pabrik” raksasa paling berpengaruh di negeri ini, sekolah itu. Paradigma pendidikan sekolah yang hanya menempatkan siswa sebagai objek yang harus menurut peraturan sekolah, rajin mengerjakan tugas, disiplin hadir di sekolah dan menyimak total dengan seksama pelajaran-pelajaran yang disampaikan guru di kelas, membuat suasana belajar menjadi tidak nyaman dan membosankan.

Karena itulah, dengan sinis-genit, penulis mengatakan, pelajaran yang paling menarik bagi siswa di sekolah adalah ketika ada pengumuman para guru sedang rapat atau sekolah diliburkan tiba-tiba. Sekolah menjadi taman pesakitan pelajar. Belajar di sana adalah karena keterpaksaan kultural, bahwa sekolah dianggap sebagai satu-satunya jalan menuju kesuksesan. Padahal tak selamanya dan tidak senyatanya demikian. Buku ini mencoba mendekonstruksi nalar pikir dominan kita itu. Meskipun masih menyisakan tumpukan solusi.

M Abdullah Badri
peneliti di Idea Studies Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang

0 komentar:

Posting Komentar