Berikan Pendapat Anda tentang WI Berikan komentar positif dan santun demi pengembangan konten yang lebih menarik serta lebih faktual dengan berita ilmu yang bermanfaat bagi kita semua pada tahap selanjutnya, untuk partisipasi anda semua saya ucapkan Terimakasih

MENEROBOS FUNDAMENTAL EKONOMI RAKYAT

Oleh : Adi Sasono Mantan Menteri Koperasi dan UKM
Ekonomi rakyat adalah kegiatan atau mereka yang berkecimpung dalam kegiatan produksi untuk memperoleh pendapatan bagi kehidupannya. Mereka itu adalah petani kecil, nelayan, peternak, pekebun, pengrajin, pedagang kecil dan lain-lain, yang modal usahanya merupakan modal  keluarga (yang kecil), dan pada umumnya tidak menggunaan tenaga kerja dari luar keluarga. Kendati potensinya luar biasa besarnya namun akses untuk mengembangkan dirinya terbentur pada persoalan fundamental baik yang bersifat internal maupun eksternal. Tulisan ini akan menelaah dan memberikan analisis bagaimana jalan keluar yang sebaiknya
bagi aktivitas ekonomi rakyat. Tindakan-tindakan strategis ditawarkan untuk mengoptimalisasikan potensi ekonomi rakyat ke depan. Sesungguhnya istilah ekonomi rakyat atau ekonomi kerakyatan sudah lama diperkenalkan. Yang paling populer diperkenalkan oleh Bung Hatta, terutama tatkala beliau menulis di koran Daulat Rakjat pada tahun 1931.
Setelah sekian lama tenggelam dalam wacana publik (public discourse), tiba-tiba secara formal istilah ekonomi kerakyatan diintrodusir kembali tahun 1997 oleh seorang konglomerat yang ;sangat berkuasa; untuk mengganti istilah ekonomi rakyat yang tidak disukainya. Kemudian berhasilah konsep itu masuk TAP MPR yaitu TAP Ekonomi Kerakyatan No. XVI/1998. Dan istilah ekonomi kerakyatan ini kemudian semakin dimantapkan dalam banyak TAP-TAP MPR berikutnya termasuk kemudian UU No.25/2000 tentang Propenas. Bahwa konsep Ekonomi Kerakyatan ini merupakan konsep politik yang dipaksakan; nampak kemudian dari penggunaannya yang simpang siur. Dan puncak dari kesimpang siuran ini berupa keraguan.
Presiden Megawati dalam pidato kenegaraan 16 Agustus 2001. Istilah ekonomi rakyat, suatu istilah baku yang sudah dimengerti siapapun, tentunya mereka yang mau mengerti. Di fakultas-fakultas Pertanian dikenal istilah smallholder terjemahan dari perkebunan rakyat, disamping istilah-istilah pertanian rakyat, perikanan rakyat, pelayaran rakyat, industri rakyat, dan tentu saja perumahan rakyat (Mubyarto, 2001). Istilah ekonomi rakyat adalah istilah ekonomi sosial (social economics) dan istilah ekonomi moral (moral economy), yang sejak jaman penjajahan dimengerti mencakup kehidupan rakyat miskin yang terjajah. Bung Karno menyebutnya sebagai kaum marhaen. Jadi ekonomi rakyat bukan istilah politik populis yang dipakai untuk mencatut atau mengatas namakan rakyat kecil untuk mengambil hati rakyat dalam Pemilu. Ekonomi rakyat adalah kegiatan atau mereka yang berkecimpung dalam kegiatan produksi untuk memperoleh pendapatan bagi kehidupannya. Mereka itu adalah petani kecil, nelayan, peternak, pekebun, pengrajin, pedagang kecil dan lain-lain, yang modal usahanya merupakan modal keluarga (yang kecil), dan pada umumnya tidak menggunaan tenaga kerja dari luar keluarga.
Tekanan dalam hal ini adalah pada kegiatan produksi, bukan konsumsi, sehingga buruh pabrik tidak masuk dalam profesi atau kegiatan ekonomi rakyat, karena buruh adalah bagian dari unit produksi yang lebih luas yaitu pabrik atau perusahaan. (Sritua Arif, 1997,23). Meskipun sebagian yang dikenal sebagai UKM (Usaha Kecil Menengah) dapat dimasukkan ekonomi rakyat, namun sebagian besar kegiatan ekonomi rakyat tidak dapat disebut sebagai usaha atau perusahaan (firm) seperti yang dikenal dalam ilmu ekonomi perusahaan. (Roland Claphamnd,1991,45).

PENDEKATAN STRUKTURAL DAN KULTURAL.
Hernando De Soto 10 tahun lalu menulis buku yang juga meyakinkan berjudul The Other Parth yang terjemahannya dalam bahasa Indonesia seharusnya Ekonomi Rakyat. Tetapi karena istilah ekonomi rakyat dianggap kata haramdan berbau komunis, maka kata tersebut diterjemahkan Masih Ada Jalan Lain : Revolusi Tersembunya di Negara Dunia Ketiga, yang kiranya tidak pernah dibaca oleh pakar-pakar ekonomi Indonesia yang terlalu pintar untuk memberiakan perhatian pada ekonomi rakyat yang tidak ada apa-apanya.
Sebenarnya ekonomi rakyat sudah membuktikan dirinya dalam perkembangan sejarah. Pada masa krisis sejak 1997, kelompok usaha ekonomi rakyat merupakan salah satu pelaku usaha yang terbukti survive. Daya survival ini disebabkan karena kelompok ekonomi rakyat di Indonesia kurang berkait/bermasalah dengan kredit perbankan, seperti halnya yang membelit kelompok usaha besar. Kita dapat menyaksikan bahwa usaha ekonomi rakyat memiliki potensi ekonomi yang dapat lebih diandalkan dalam menghadapi krisis yang terjadi saat ini dan ancaman globalisasi di masa depan. Kendati kemandiriannya (dalam berproduksi, menerobos pasar, dan lain-lain) ditempuh melalui jalan yang sukar dengan ruang gerak yang terbatas diantara usaha-usaha besar dan konglomerasi, namun ternyata usaha ekonomi rakyat justru lebih tahan terhadap krisis, karena ukuran, skala usaha dan permodalan yang relatif membuat usaha ekonomi lokal secara alami (by nature) lebih fleksibel dan mudah untuk menyesuaikan diri. (Ginandjar Kartasasmita, 1996,123). Dalam situasi dan kondisi perekonomian yang belum juga pulih serta ketidak pastian sosial, politik dan keamanan yang mendera Indonesia, usaha ekonomi rakyat menjadi salah satu pelaku ekonomi yang menjadi tumpuan yang diharapkan memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional bangsa ini. Selain itu, usaha ekonomi rakyat memiliki pangsa pasar (market share) yang relatif besar yakni sebesar 20% dan menampung 80% lebih total angkatan kerja Indonesia. Tingkat survival ekonomi rakyat ini dalam krisis ekonomi disebabkan karena usaha yang dilakukan kelompok rakyat adalah usaha yang berhubungan langsung dengan kebutuhan masyarakat. Kalau sendi-sendi ini tidak berjalan, maka kegiatan ekonomi rakyat yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat akan macet. Karena sifat pelayanannya ini, walaupun terjadi krisis, mereka masih bisa tetap hidup. Baiklah, pada tulisan ini kita hanya ingin menganalisis secara teknis makro persoalan-persoalan ekonomi rakyat, kemudian mencoba meraba-raba secara sederhana teknis pemecahannya. Sebenarnya unitunit usaha dalam lingkup ekonomi rakyat dapat berkembang dengan baik jika ada dukungan yang memadai. Potensi mereka dalam berbagai jenis kegiatan usaha dapat berkembang sebagai usaha kecil yang independen, langsung berinteraksi dengan pasar maupun dalam pola sub kontrak dari usaha yang lebih besar. Unit-unit usaha rakyat ini bahkan berpotensi menjadi usaha kecil yang modern dan kompetitif, baik di pasar domestik maupun internasional. Meskipun tidak dipungkiri bahwa usaha kecil atau sektor ekonomi rakyat masih menghadapi berbagai permasalahan yang menghambat pengembangan ekonomi rakyat. Berhubungan dengan analisa tentang sebab-musabab berkembangnya ekonomi rakyat, berkembang dua pandangan yang berbeda Pertama, pandangan yang menggunakan pendekatan kultural. Pandangan ini mengatakan bahwa tidak berkembangnya ekonomi rakyat semata-mata sebagai akibat adanya nilai-nilai atau tradisi suatu kelompok masyarakat yang memang tidak mampu mendinamisasi keadaan masyarakatnya. Ketidak mampuannya ini menyebabkan mereka jatuh miskin.
Kemiskinan disebabkan karena mereka malas atau tidak memiliki etos kerja tinggi. Untuk mengatasinya, diperluakan suatu usaha yang dapat membangkitkan semangat orang-orang tersebut agar mereka mau bekerja dengan lebih giat. Kedua, berbeda dengan pandangan kultural, pendekatan struktural menyatakan bahwa sulit berkembangnya ekonomi rakyat diakibatkan oleh adanya struktur sosial-ekonomi masyarakat yang timpang, yang menyebabkan sekelompok masyarakat tertentu tidak mungkin bisa mengembangkan dirinya. Untuk mengatasinya, dibutuhkan perombakan struktur sosial ekonomi masyarakat secara signifikan. Termasuk dalam struktur sosial ekonomi ini adalah hubungan-hubungan ekonomi, pelaku ekonomi, kekuasaan dan sebagainya. Jika dilihat secara mendalam, proses perkembangan ekonomi yang berlangsung selama ini telah membawa perubahan struktural secara relatif di setiap sektor produksi dan sumber pendapatan. Perubahan struktural ini sekaligus mencerminkan perbedaan pertumbuhan di berbagai sektor ekonomi, wilayah dan juga komponen-komponen dalam struktur sosial ekonomi lainnya. Perubahan secara struktural mencerminkan pergeseran dalam distribusi pendapatan dan ketenagakerjaan di antara sektor-sektor ekonomi yang ada. Hal ini terjadi karena ketika beberapa sektor di dalam perekonomian berkembang lebih pesat dibanding yang lain, bersamaan dengan itu pulaterjadi tekanan-tekanan persaingan dan pengaruh destruktif dari inovasi tersebut. Dengan kata lain, perkembangan ekonomi modern menyebabkan kenaikan produktivitas pada sektor modern, tetapi dipihak lain juga menyebabkan proses perusakan di sektor-sektor tradisional.

FAKTOR EKSTERNAL-INTERNAL
Permasalahan mendasar dan utama bagi perkembangan ekonomi rakyat dapat juga ditinjau dari aspek internal dan eksternal. Faktor eksternal yang menjadi pokok persoalan pengembangan ekonomi rakyat adalah : Pertama, terbatasnya pengakuan dan jaminan keberadaan usaha kecil. Ini berarti, unit-unit usaha yang dikelola secara modern. Usaha kecil mendapatkan fasilitas kredit dan fasilitas pendukung lainnya yang serupa dengan usaha besar. Begitu pula, pedagang kecil memperoleh lokasi strategis di daerah perkotaan seperti pasar swalayan. Dalam praktiknya, usaha kecil tidak mendapatkan perhatian yang memadai karena kuatnya anggapan bahwa perkembangan perekonomian nasional terutama ditentukan oleh perusahaan berskala besar. Pandangan tidak tepat karena perusahaa berskala besar memang berperan sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi, tetapi pertumbuhan ini tidak akan sinambung jika tidak didukung oleh ketangguhan usaha menengah dan kecil. Permasalahannya adalah usaha pengembangan usaha kecil dalam jumlah besar lebih sulit dari pada pengembangan sedikit usaha berskala besar. Hanya jika jumlahnya banyak,
usaha kecil dapat mempunyai skala ekonomi dalam suatu industri. Karena itu, jika dilakukan dukungan kredit kepada usaha kecil, harus pula diupayakan pengembangan kelembagaan dan dukungan keterampilan serta teknologi tepat guna. Kedua, kesulitan untuk mendapatkan data yang jelas dan pasti tentang jumlah dan penyebaran usaha kecil.
Seringkali keterbatasan dukungan data dan penyebaran usaha kecil menghambat upaya pembinaan dan pengembangannya. Meskipun perhatian terhadap usaha kecil telah banyakdiberikan baik oleh swasta, pemerintah maupun masyarakat, sampai kini belum dilakukan secara terpadu. Bahkan, terkesan jalan sendiri-sendiri. Ketiga, alokasi kredit sebagai aspek pembiayaan (pendanaan) masih sangat timpang, baik antar golongan, antar sektor, antar wilayah, dan antar desa-kota. Kecuali itu, berbagai hambatan birokratis yang tidak biasa dihadapi oleh pengusaha kecil dalam memperoleh kredit telah mempersulit usaha kecil untuk berkembang. Karena itu, tanpa melanggar asas perkreditan yang sehat, persyaratan untuk memperoleh kredit perlu disederhanakan. Selain itu bank juga sering tidak mampu menjangkau keberadaan usaha kecil yang menyebar sangat luas. Bangunan bank yang megah serta keberadaannya yang paling rendah ditingkat kabupaten, membuat ciut nyali para usahawan kecil. Maka, perlu dicarikan alternatif berupa lembaga keuangan lain yang dekat dengan kondisi masyarakat di tingkat bawah. Pengalokasian kredit bagi pengusaha kecil sering menimbulkan kasus. Seringkali terjadi program untuk pengembangan usaha kecil disalahgunakan bagi kegiatan usaha lainnya. Menanggapi permasalahan ini, banyak ekonom berpendapat agar mekanisme pasar kredit komersial diberlakukan bagi alokasi kredit usaha kecil untuk menghindari penyalahgunaan bentuk-bentuk kredit prioritas. Sejalan dengan itu, kredit komersial yang dimaksud harus tetap mencantu pengalokasian yang ditujukan untuk usaha kecil, karena tanpa itu, kredit hanya akan jatuh pada pengusahabesar, seperti yang selama ini terjadi. Keempat, sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri dan karakteristik sebagai produk-produk fashion dan kerajinan dengan life time yang pendek. Karena itu, seiring dengan perkembangan selera konsumen, inovasi desain-desain produk yang sesuai dengan selera konsumen sangat diperlukan dalam periode yang cepat. Keterlambatan mengantisipasi keinginan pasar ini menghambat daya dukung perkembangan ekonomi rakyat. Kelima, rendahnya nilai tukar komoditi yang dihasilkan usaha rakyat. Produk industri rakyat selalu dinilai berkualitas rendah. Ini adalah pandangan keliru karena belum tentu pola produksi tradisional akan menghasilkan produk yang bermutu rendah. Banyak sekali produk industri kerajinan rakyat yang mampu bersaing di pasar ekspor. Rendahnya nilai tukar industri kecil ini, kecuali disebabkan oleh terbatasnya modal kerja, sehingga barang dijual dengan sistem ijon seperti dalam produk pertanian, juga karena panjangnya jalur distribusi barang. Rendahnya nilai tukar hasil produksi petani dan produk industri kecil terhadap hasil produksi usaha besar merupakan proses marginalisasi kekuatan dan daya tahan kalangan industri kecil dan petani. Hal ini terkait dengan keterbatasan usaha kecil berikutnya, yaitu : Keenam, terbatasnya akses pada pasar. Permasalahan akses pada pasar ini semakin sulit dengan meluasnya jangkauan modal besar domestik maupun asing yang menerobos segmentasi pasar yang sebelumnya dikuasai oleh unit usaha kecil. Misalnya, pasar buah-buahan dan sayuran diambil alih oleh pasar swalayan dengan produk-produk impornya. Begitu pula transportasi tradisional seperti becak makin tersingkir digantikan oleh kendaraan bermotor. Akses pasar bagi pengusaha kecil dalam berbagai jenis usaha erat kaitannya dengan lokasi. Misalnya, pedagang makanan harus menjajakan barangnya dikonsentrasi pekerja atau pegawai golongan rendah, yaitu di sekitar pusat perkantoran atau pabrik. Penggusuran berarti kehilangan pasar usaha bagi mereka. Masalah lokasi ini berkaitan dengan keindahan dan kebersihan lingkungan perkotaan. Sulitnya , perencanaan perkotaan pada umumnya tidak mempertimbangkan keberadaan pengusaha kecil ini, sehingga kehadiran mereka seringkali bertentangan dengan program keindahan dan kebersihan kota. Ketujuh, adanya pungutan-pungutan atau biaya siluman yang tidak proporsional. Ketidakpastian birokrasi, utamanya yang berhubungan langsung dengan usaha kecil dan menengah, seringkali menimbulkan permasalahan dalam pengembangan industri kecil. Karena itu, birokrasi pengurusan berbagai surat yang terkait dengan usaha kecil, baik berupa izin usaha maupun penerbitan NPWP, SIUP, SPPT, dan bermacam surat yang lain, harus dirampingkan. Kedelapan, krisis ekonomi. Krisis ekonomi yang menimpa Indonesia kini berpengaruh cukup serius terhadap perkembangan perekonomian rakyat. Jatuhnyausaha besar yang berakibat pemutusan hubungan kerja (PHK) dan naiknya pengangguran, serta turunnya daya beli masyarakat, telah memposisikan usaha kecil sebagai penampung beban krisis yaitu banyak orang yang kemudian berusaha di sektor ini. Keadaan ini menandakan bahwa usaha kecil mampu menjadi penahan dalam krisis, namun di sisi yang lain, usaha kecil makin kompetitif. Ironisnya, dalam kondisi biasa (normal), usaha kecil tidak banyak mendapatkan perhatian. (Adi Sasono, 2001,67). Adapun masalah internal yang menghambat berkembangnya ekonomi rakyat adalah : Pertama, terbatasnya penguasaan dan pemilikan aset produksi, terutama permodalan. Walaupun faktor modal seringkali dapat diatasi, misalnya dalam bentuk pinjaman yang berlaku secara tradisional dengan kerabat, teman atau tetangga, namun dalam tingkat persaingan dan ekspansi, permodalan sering menjadi penghambat utama. Kedua, rendahnya kemampuan sumber daya manusia, termasuk rendahnya tingkat keterampilan, yang meliputi keterampilan teknik produksi dan manajemen usaha. Rendahnya
Sumberdaya manusia ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan para pekerja. Hal ini berakibat tidak kompetitifnya komoditi industri kecil di pasar ekspor. Penyebabnya bahan baku yang selain mahal, juga penanganannya tidak efisien, serta pengendalian persediaan dan kualitasnya tidak optimal. Tenaga kerja yang digunakan tidak terampil, sehingga produk banyak yang terbuang (waste). Mutu SDM yang rendah ini berakibat pula pada tingkat persaingan yang sangat ketat karena tidak adanya hambatan masuk (entry barriers) bagi siapa saja. Ketiga, ditinjau dari konsentrasi sumber daya ekonomi rakyat (pekerjaan), pengembangan ekonomi rakyat di daerah pedesaan, pada sektor pertanian. Padahal sektor yang lain membuka kesempatan yang luas, misalnya sebagai sub kontraktor sektor industri, perdagangan dan jasa.
Perluasan sektor ekonomi rakyat ini juga membuat proses peningkatan usaha lebih besar dan luas, khususnya dalam bentuk jaringan usaha. Hal ini akan merangsang pertumbuhan usaha rakyat dalam jumlah dan kualitas yang lebih besar dan lebih baik. Keempat, kelembagaan usaha rakyat belum berperan secara optimal dalam memfasilitasi kegiatan  ekonomi rakyat. Faktor yang menghambat hubungan antar usaha kecil biasanya adalah keengganan mendapatkan keuntungan kecil. Pandangan demikian tidak selamanya benar, karena banyak kerjasama yang dilakukan antar usaha rakyat telah mampu meningkatkan peran secara kolektif. Karena itu, fungsi kelembagaan yang dikembangkan dalam bentuk jaringan kerjasama patut mendapat perhatian. (Adi Sasono, Idem, 2001,87). Dari semua hambatan di atas, perlu ditekankan prinsip keswadayaan masyarakat kecil bahwa usaha kecil pada dasarnya memiliki potensi untuk berkembang. Terbukti usaha kecil merupakan katup pengaman yang paling tangguh dalam meredam berbagai gejolak ekonomi yang terjadi kini terutama pada saatekonomi tertimpa dalam kubangan krisis ekonomi yang mengenaskan. 
Ketika usaha besar porak-poranda dihantam badai ekonomi, usaha kecil masih bisa memutar roda usahanya. Tentu saja, ketika krisis berlarut-larut seperti saat ini, luar biasa berat bagi sektor informal dan usaha kecil untuk berkembang. Mempertimbangkan kecenderungan di atas, maka merupakan keharusan bagi kita semua untuk sedapat mungkin menyumbangkan sesuatu bagi pengembangan ekonomi rakyat, baik dalam bentuk elaborasi konsep maupun sumbangan langsung dalam bentuk aksi.

POTENSI EKONOMI
Ekonomi rakyatdi Indonesia saat ini berada di persimpangan jalan. Berbagai persoalan yang mengatasnamakan “pembangunan seringkali membenamkan ekonomi rakyat. Hambatan dan beberapa faktor utama yang menyebabkan ekonomi rakyat sulit berkembang itu menjadikan ekonomi rakyat berada di posisi yang marginal dalam peta ekonomi nasional. Padahal, sumbangan sektor ekonomi kecil terhadap pemerataan kesejahteraan dan penyerapan tenaga kerja, sangatlah besar. (Emil Salim, 1998, 421). Di sisi lain, beberapa potensi yang ada hingga kini belum sepenuhnya dapat dioptimumkan.
Dengan peluang yang masih terbuka lebar, pengembangan potensi usaha rakyat patut mendapatkan dukungan sebagai usaha membentuk kekuatan ekonomi nasional yang tangguh. (Gunawan Sumodiningrat, 1996, 72). Pengalaman di beberapa negara maju menunjukkan bahwa usaha kecil dapat berkembang menjadi kompetitif dan berintegrasi dengan perekonomian modern. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut : Pertama, usaha kecil pada tahap awal selalu tergusur oleh usaha-usaha besar karena tingginya tingkat persaingan, tetapi dalam jangka panjang terjadi perkembangan yang pesat, setidaknya bertambahnya daya tahan usaha kecil. Pengalaman di Amerika, misalnya menunjukkan bahwa perekonomian negara ini terdiri dari usaha-usaha kecil. Bertahan dan kepesatan perkembangannya dinilai sebagai dampak kebijaksanaan yang selama ini diberikan, seperti pembatasan-pembatasan melalui undangundang anti monopoli terhadap usaha-usaha besar. Selain itu, perlindungan pembinaan dan pengembangan baik melalui undang-undang maupun administrasi, terhadap usaha kecil dalam rangka memelihara kebebasan ekonomi terus dipacu. Kedua, adanya proses modernisasi di kalangan usaha kecil. Tersedianya modal, baik dari bank maupun tabungan yang dilakukan oleh calon pengusaha, semakin mendorong usaha kecil untuk dapat melakukan proses modernisasi-hasilnya adalah apa yang kemudian disebut industri kecil modern. Ketiga, industri atau usaha kecil tidak harus bertentangan dengan industri besar, dimana usaha skala besar menyisihkan usaha skala kecil. Berbagai keunggulan pada usaha kecil, misalnya : lebih effisien, fleksibel dan inovatif, menjadikan jenis usaha kecil dapat mengungguli usaha besar. Di negara-negara maju, usaha kecil memiliki kemampuan keluar dari berbagai macam tempaan. Sementara itu, timbul pemikiran untuk bisa memanfaatkan usaha-usaha kecil, terutama dalam pasok bahan baku atau bahan antara, yang akan diproses oleh usaha-usaha besar. Dengan demikian pengembangan kemitraan di antara keduanya merupakan syarat mutlak bagi pemerataan pendapatan di negara-negara maju tersebut. Keempat, ekonomi rakyat terbukti mampu survive dalam guncangan krisis ekonomi. Krisis yang terjadi di Asia, khususnya di Indonesia, menjadi bukti kemampuan usaha kecil sebagai kekuatan ekonomi rakyat yang bertahan hidup, bahkan menunjukkan perkembangan. Beralihnya para korban PHK massal akibat krisis ke sektor informal dan usaha kecil, telah membantu menyelamatkan kehidupan ekonomi masyarakat pada umumnya. Dari berbagai uraian di atas terlihat bahwa dalam jangka panjang, usaha kecil lebih mampu berperan dalam perekonomian nasional. (Adi Sasono, Idem, 2001,97).
Adapun beberapa potensi rakyat dalam pengertian unit-unit usaha kecil yang sebagian besar masih dikelola secara sederhana sebagai elemen kekuatan dan potensi perekonomian nasional, dapat digambarkan sebagai berikut :
Pertama, jumlah unit usaha kecil dalam perekonomian nasional terhitung sangat besar, baik sebagai produsen, distributor maupun konsumen.
Kedua, kegiatan produksi dan distribusi dalam ekonomi rakyat menampung sebagaian besar angkatan kerja. Pada masa mendatang, tersedianya jumlah tenaga kerja ini diharapkan mampu menopang usaha kecil mewujudkan produk unggulan. Hal ini tentunya tanpa mengabaikan prinsip pembuatan produk yang berdaya saing (competitive advantage) dengan peningkatan kualitas SDM yang memadai.
Ketiga, produk yang dihasilkan mampu bersaing di pasar internasional. Kecuali menggunakan tenaga kerja yang murah, local content produk usaha kecil cukup tinggi, sehingga tidak terlalu terpengaruh terhadap naik turunnya nilai dolar. Hal ini membuka peluang pasar barangbarang hasil industri kecil sebagai produk ekspor. Apalagi jika ekonomi di negara-negara tujuan ekspor mengalami pertumbuhan yang cukup baik.
Keempat, jarang terjadi perselisihan pekerja/friksi perburuhan, sehingga produksi tetap berjalan lancar. Karena tenaga kerja yang mereka gunakan kebanyakan adalah keluarga, kerabat dekat, atau paling jauh tetangga dekat. Rasa saling pengertian antara pekerja dengan pemilik usaha juga mendukung perkembangan usaha kecil.
Kelima, karena sifatnya yang kecil, maka usaha rakyat relatif tahan terhadap berbagai perubahan yang cepat. Kelenturan ini tidak dimiliki oleh usaha besar. Dari uraian tentang potensi di atas, terlihat adanya kesempatan dan peluang untuk mengembangkan ekonomi rakyat. Kemampuan membaca peluang pasar (opportunity market) dan penciptaan produk yang berdaya saing dengan melakukan diversifikasi produk yang ditunjang oleh kemampuan  profesional pengelolaannya, sangat menentukan keberhasilan pengembangan usaha kecil.

STRATEGI PENGEMBANGAN EKO-NOMI RAKYAT
Pengembangan ekonomi rakyat bukan hanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat bawah, tetapi juga untuk mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi tanpa basis luas, pertumbuhan ekonomi tidak dapat sinambung karena terbatasnya pasar, rendahnya daya beli sebagaian besar konsumen, dan yang lebih berbahaya adalah meluasnya permasalahan sosial karena ketimpangan sosial (social gap). Jadi, keberhasilan mengembangkan ekonomi rakyat merupakan syarat bagi perkembangan perekonomian nasional. Yang sinambung (sustainable). Berdasarkan prinsip bahwa pertumbuhan dan kemajuan ekonomi rakyat merupakan dasar pengembangan ekonomi nasional, maka ekonomi rakyat yang kuat dapat mewujudkan ekonomi nasional yang tangguh. Dengan demikian, pengembangan ekonomi rakyat berarti juga menghapuskan dikotomi antara sektor modern dan sektor tradisional. Pengembangan ekonomi rakyat juga menjadi pertahanan yang kokoh di pasar domestik menghadapi persaingan global. Kemampuan unit usaha kecil dalam menguasai pasar lokal akan menjamin pangsa pasar domestik dari serbuan modal besar. Dalam dan luar negeri dukungan usaha kecil juga dapat menentukan kekompetitifan usaha besar di pasar internasional. Penerimaan pendapatan nasional hanya tertumpu pada sebagian kecil kelompok menandakan belum meratanya distribusi pendapatan. Terciptanya pemusatan aset ekonomi pada sebagian kecil orang berdampak ke arah ekonomi biaya tinggi lantaran adanya fasilitas subsidi, serta proteksi dan mengakibatkan pembagian hasil pembangunan terhenti hanya pada segelintir orang. Pertumbuhan ekonomi yang dinilai lumayan tinggi ternyata tidak dapat dinikmati oleh rakyat secara keseluruhan, sehingga potensi rakyat semakin terpinggirkan. Kecuali itu, seluruh bangsa menyadari perlunya pemerataan sebagai pra kondisi perwujudan keadilan sosial.
Dalam upaya ini, beberqapa langkah strategis harus ditempuh, diantaranya adalah : Pertama, dengan meningkatkan akses kesempatan (access of opportunity) terhadap hal-hal yang selama ini sangat tertutup peluangnya bagi pengembangan ekonomi rakyat. Misalnya, akses terhadap aset produksi, seperti tanah, modal dan teknologi. Untuk tanah, kebijakan pemilikan, penguasaan, dan penggunaannya sangat penting dalam melindungi dan meningkatkan ekonomi rakyat. Pemilikan tanah yang makin mengecil (marjinalisasi) bagi ekonomi rakyat harus dicegah. Maka harus diupayakan pemanfaatan lahan secara lebih effisien, penciptaan lapangan kerja pedesaan di luar sektor pertanian, dan pelaksanaan program transmigrasi. Masalah lain yang mendasar dalam rangka perluasan iklim usaha dan pemberdayaan ekonomi rakyat adalah akses kepada modal. Akses kepada modal harus diartikan sebagai keterjangkauan, yang memiliki dua sisi; ada pada saat diperlukan, dan disisi lain dalam jangkauan kemampuan untuk memanfaatkannya. Dengan demikian, persyaratan teknis perbankan, seperti yang biasa digunakan di sektor modern, tidak bisa diterapkan disini, paling tidak pada tahap awal. Misalnya, penilaian pemberian kredit tidak harus berdasarkan agunan, tetapi berdasarkan prospek kegiatan usaha. Dalam rangka peningkatan akses terhadap permodalan, diharapkan adanya permodalan, diharapkan adanya penyederhanaan prosedural untuk jenis usaha rakyat. Karena sering kali persyaratan untuk perolehan kredit terkesan rumit dan menyebabkan sedikitnya interaksi masyarakat lapisan bawah terhadap sumber permodalan tersebut. Pada akhirnya, modal akan makin tertumpuk pada sektor modern.
Khususnya pada usaha besar. Dalam kaitan ini, pihak swasta harus dirangsang untuk mengembangkan berbagai pola perkreditan dan alokasi dana lainnya, seperti lewat modal ventura dan BPR. Demikian pula, penentuan tingkat suku bunga harus memperhatikan kondisi industri kecil yang sebenarnya, dan menguntungkan bagi usaha ekonomi rakyat ini. Selain itu, yang lebih penting dalam meningkatkan akses produksi adalah akses kepada teknologi. Akses kepada teknologi ini terkait dengan peningkatan keterampilan teknik produksi, teknik pemasaran dan teknik majerial. Karena itu, peningkatan berbagai pelatihan untuk memperkuat keterampilan tersebut bagi industri kecil sangat diperlukan. Kedua, memperkuat posisi transaksi dan kemitraan usaha antar pelaku ekonomi. Peningkatan posisi tawar ini bisa dilakukan melalui pengembangan dan pembangunan prasarana dan sarana perhubungan yang akan memperlancar pemasaran produknya. Sebagai produsen dan penjual, posisi dan kekuatan ekonomi rakyat dalam perekonomian sangat lemah. Oleh karena itu, rakyat harus dibantu pemasaran produknya. Unsur penting dalam informasi pasar internasional adalah kecenderungan permintaan di pasar domestik maupun pasar internasional, harga, kualitas, standar dan sebagainya. Ketersediaan informasi itu akan membantu usaha kecil bekerja sejalan dengan permintaan pasar. Selain itu, rakyatpun diorganisir untuk bersama-sama memasarkan hasil produksinya, sehingga sedikit banyak memperkuat posisinya. Wadah koperasi untuk kegiatan ini. Meskipun tidak harus satu-satunya. Pengorganisasian usaha rakyat dapat dilakukan dengan membentuk jaringan usaha (network). Jaringan usaha disini diartikan sebagai tatanan organisasi ekonomi yang mengatur organisasi dan kerjasama antar unit. Tatanan tersebut berbeda dengan pengintegrasian unit-unit usaha dalam
satu perusahaan (konglomerasi) atau koordinasi antar unit usaha dengan mengunanakan isyarat pasar yang kadang bersifat kolusif. Jaringan usaha dapat berbentuk mulai dari yang paling sederhana. Misalnya komunikasi informal, kemudian agak komplek seperti asosiasi dan kosorsium, sampai kepada yang lebih komplek, seperti joint venture, sub kontrak, atau franchising. Dewasa ini, program kemitraan antara usaha besar dengan kecil dilakukan oleh pemerintah melalui program bapak angkat yang dikelola oleh BUMN. Sedangkan program kemitraan yang dijalankan pengsaha swasta berupa program bapak angkat ini adalah, menonjolkan pola kedermawaan yang kuat membantu yang lemah, atau yang besar membantu yang kecil, dan yang kurang menampakkan peran pendukung perkembangan usaha kecil. Pola demikian tidak menguntungkan, baik bagi perkembangan usaha kecil maupun usaha besar. (Adi Sasono, 2001, 93). Program kemitraan yang baik adalah pola sub kontrak, dimana usaha besar memberikan bantuan permodalan, teknik, dan manajemen, sehingga usaha kecil dapat meningkatkan kualitas produk yang dipasok usaha besar. Dari pola kemitraan selama ini perlu diambil hikmah agar tidak terlalu menggantungkan kepada bentuk kerjasama pada satu pasar tertentu, atau pada usaha besar tertentu diperlukan diversivikasi pasar dan diversivikasi (spin off) mitra usaha. Pola ini berhasil dijalankan Jepang maupun Korea Selatan. Program kemitraan lainnya adalah dukungan perusahaan besar untuk mengembangkan sentra-sentra usaha kecil. Sehingga lebih banyak usaha kecil memperoleh manfaat. Pengembangan sentra ini penting karena sebagian besar usaha kecil tidak terjangkau oleh oleh program kemitraan yang dilakukan pemerintah dan usaha besar melalui sentra-sentra tersebut, banyak usaha kecil dapat berkembang secara independen. Strategi kedua ini dapat pula dilakukan dengan mengedepankan potensi real yang dimiliki oleh usaha nrakyat. Karena itu, harus pula mempertimbangkan aspek-aspek kekhususan serta potensi lokal yang dimiliki usaha yakyat ini, sehingga mengakar pada budaya dan tradisi setempat. Ketiga, kebijaksanaan pengembangan industri harus mengarah pada punguatan ekonomi rakyat. Proses industrialisasi harus mengarah ke pedesaan dengan memanfaatkan potensi setempat, yang umumnya adalah agro industri. Dalam proses itu, perlu dihindari terjadinya “penggusuran” ekonomi rakyat. Karena yang datang adalah industri berskala besar yang mengambil lahan subur. Merusak lingkungan, mengurus sumberdaya dan mendatangkan tenaga kerja dari luar, maka seringkali malah menyaingi ekonomi rakyat. Akibatnya adalah proses pemiskinan baru dan diciptakannya kesenjangan antara pendatang dan masyarakat setempat. Keempat, meningkatkan mutu SDM yang mengarah pada lahirnya para wirausaha yang kompetitif, termasuk penumbuhan semangat bekerja dan jiwa kewirausahaan, terutama dikalangan pemudanya. Sebagai pelaksana pembangunan masa yang akan datang. Karena itu, kebijaksanaan ketenagakerjaan harus merangsang tumbuhnya tenaga kerja mandiri sebagai cikal bakal lapisan wirausaha baru, yang berkembang menjadi wirausaha kecil menengah yang kuat dan saling menunjang. Dalam rangka itu, secara luas harus disediakan pelatihan keterampilan teknis manajemen dan perdagangan, termasuk pengetahuan mengenai pasar serta cara memperoleh pendanaan. Untuk mereka harus disediakan sistem pendanaan seperti kredit yang diperingan syarat-syaratnya dalam bentuk modal ventura. Kelima, adanya perangkat peraturan perundangan yang benar-benar melindungi usaha rakyat dan mengkaji ulang perangkat perundangan yang tidak kondusif bagi pengembangan usaha menengah kecil, serta mendukung pengembangan industri kecil yang ditujukan khusus untuk kepentingan rakyat kecil. Munculnya Undangundang No. 9/1995 tentang usaha kecil merupakan perwujudan dari komitmen itu. Namun, tanpa diberlakukannya Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana yang dapat menjamin persaingan sehat (fair business practice), maka undang-undang tersebut belum cukup efektif untuk melindungi usaha kecil. Bahkan yang perlu dipikirkan sekarang adalah bagaimana undang-undang anti monopoli segera diberlakukan agar efisiensi ekonomi bisa terwujud.
Dengan demikian, persaingan yang sehat dalam arena pasar domestik dapat dilaksanakan. Selain itu, undaqng-undang tentang pembatasan aset juga sangat penting untuk diterbitkan. Usaha ini dilakukan untuk perlindungan dan penguatan usaha rakyat dari segi hukum. Upaya pengembangan sumber daya ekonomi kerakyatan berkaitan erat dengan persoalan “pemihakan” pada pengembangan usaha-usaha kecil kerakyatan. Tanpa bermaksud menggusur keberadaan kelompok bisnis besar, yang harus menjadi perhatian kita adalah pemerataan aset ekonomi dengan basis luas sebagai dasar pijakan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. Karena itu “pemihakan” pada pengembangan usaha-usaha kerakyatan adalah keharusan politik dalam rangka peningkatan pangsa ekonomi demi terlaksananya pertumbuhan yang berkelanjutan. Beberapa saran yang perlu ditindak lanjuti dalam rangka pengembangan ekonomi rakyat adalah : Pertama, komitmen politik pemerintah hendaknya ditindak lanjuti dengan tindakan politis yang nyata dan membumi. Hal ini tentunya memerlukan mobilisasi dukungan politik yang luas dari berbagai pihak terutama mengenai arti penting agenda pemerataan. Dukungan yang luas ini diharapkan dapat memobilisasi opini publik untuk kemudian dinobatkan menjadi agenda nasional. Tentu tidak cukup dengan itu (pitical will), beberapa langkah di atas sudah barang tentu harus diaplikasikan dalam bentuk yang lebih teknis. Kedua, mendesak untuk segera dilakukan pengkajian yang serius terhadap potensi usaha-usaha kerakyatan. Dari sini kemudian dikembangkan model-model pengembangan masyarakat dan program aksi pada sentra-sentra yang ada untuk kemudian dijadikan model percontohan secara masal ditempat-tempat lainnya. Ketiga, disamping kedua hal diatas, perlu dikembangkan fungsi katalis pembangunan (LSM) untuk mendorong tumbuhnya potensi, kreatifitas, dan produktifitas masyarakat akar rumput (grass root), karena pada akhirnya, pengembangan sumber daya ekonomi kerakyatan ini haruslah pengembangan yang berasal dari, oleh dan untuk masyarakat sendiri. Sedangkan untuk tenaga katalis, perlu diadakan pelatihan untuk mempersiapkan mereka menjadi “konsultan rakyat dan pendamping yang siap pakai dalam menangani masalah-masalah teknis di lapangan. (Adi Sasono, Idem, 2001,96).
Mengingat penting dan seriusnya masalah pengembangan ekonomi rakyat, masalah ini bukan hanya tugas pemerintah. Di satu sisi, peran utama pemerintah dalam memfasilitasi proses perkembangan, baik dalam memotivasi maupun mengarahkan, perlu ditingkatkan dengan keterlibatan langsung dalam kerjasama dengan usaha kecil. Disisi lain pelaksanaan strategis pengembangan ini memerlukan dukungan semua pihak, baik tokoh masyarakat, pondok pesantren, ormas, maupun koperasi. Mereka dapat dan harus turut andil dalam memotivasi dan mengarahkan usaha ekonomi rakyat. Pengingatan dan pemotivasian itu akan memompa semangat kerja dan semangat berubah. Bagaimana pun, perkembangan ekonomi rakyat dan hasil-hasilnya akan memberikan keuntungan pada semua pihak.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

DAFTAR PUSTAKA.

  • Arif, Sritua, 1997, “Pembangunanisme dan Ekonomi Indoesia  Penerbit CPSM dan Zaman Jakarta. ----------,2002,
  • Ekonomi Kerakyatan Mengenang Bung Hatta Bapak Ekonomi Kerakyatan Indonesia Penerbit Universitas Muhammadiyah Surakarta. Clapham,
  • Roland, Pengusaha Kecil dan Menengah di Asia Tengah”. Penerbit Pustaka LPES Jakarta, 1991. De Soto,Hernando, 1989. ;The Other Path: the Invisible Revolution in the Third World Penerbit Hal Cambridge USA. Kartasasmita,
  • Ginanjar, 1996.Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan”, Penerbit CIDES.
  • Mubyarto, 1999,Membangun Sistem Ekonomi Penerbit BPFE Yogyakarta.
  • Rachbini, Didik S, 1996 .Ekonomi Politik: Paradigma, Teori, dan Perspektif Penerbit CIDES.
  • Salim, Emil (et al); Agustus 1998,
  • Bung Hatta: Kebangsaan dan Kerakyatan Penerbit LP3ES Buku I.
  • Sasono, Adi; PemberdayaanEkonomi Kerakyatan”, Penerbit Center for Information and Development Studies (CIDES), 2001.
  • Sumodiningrat, Gunawan, 1996, “Pembangunan Masyarakat”, Penerbit Penakencana Nusadepan

0 komentar:

Posting Komentar